Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks
Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
Perspektif Teoritis
Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.
Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats,1988):
1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.
2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar, atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”
3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).
5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.
6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.
DAFTAR PUSTAKA http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html
Minggu, 18 April 2010
Sabtu, 17 April 2010
Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar
Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).
Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.
Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.
Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).
Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).
Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.
Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.
Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849
INTERVENSI DINI GANGGUAN BELAJAR
Pendahuluan
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya. Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar). Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya. Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-11 tahun. Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri (plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden age/usia emas. Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan. Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya. Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.
Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain. Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen, lithium. Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin. Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk. Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan, panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, deficit intelektual. Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi.
Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku. Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stress atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
• Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
• Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik maupun mental. Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,
yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna
ii) Perilaku adaptif terganggu
iii) Timbul sebelum usia 18 tahun
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini, cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain. Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.
b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata. Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini. Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.
Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar, ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak. Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar. Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif. Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru. Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau menghambat gairah belajar. Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua. Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan melakukan pendekatan individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini biasanya rnemicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak. Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.
Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:
- Konsisten
- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik
- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang hangat dan penuh cinta kasih.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsive yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu, jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.
8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah. Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih dominan. Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus, sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.
DAFTAR PUSTAKA
http://darmosusianto.blogspot.com/2007/08/grafik-persamaan-kuadrat.html
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya. Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar). Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya. Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-11 tahun. Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri (plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden age/usia emas. Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan. Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya. Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.
Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain. Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen, lithium. Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin. Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk. Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan, panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, deficit intelektual. Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi.
Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku. Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stress atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
• Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
• Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik maupun mental. Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,
yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna
ii) Perilaku adaptif terganggu
iii) Timbul sebelum usia 18 tahun
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini, cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain. Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.
b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata. Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini. Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.
Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar, ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak. Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar. Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif. Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru. Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau menghambat gairah belajar. Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua. Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan melakukan pendekatan individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini biasanya rnemicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak. Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.
Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:
- Konsisten
- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik
- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang hangat dan penuh cinta kasih.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsive yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu, jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.
8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah. Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih dominan. Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus, sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.
DAFTAR PUSTAKA
http://darmosusianto.blogspot.com/2007/08/grafik-persamaan-kuadrat.html
GANGGUAN BELAJAR
DEFINISI GANGGUAN BELAJAR
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.
Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.
DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
Daftar pustaka
http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.
Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.
Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.
DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.
Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
Daftar pustaka
http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html
Gangguan Disintegratif Pada Anak
Agar dapat membantu melihat beberapa kelompok besar spektrum autisme yang ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:
Gangguan Perkembangan Pervasif (Pervasive Developmental Disorders /PDD) terdiri dari beberapa jenis PPD di antaranya adalah :
1. Autism
2. Aspergers
3. Retts
4. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
5. Gangguan pervasive opada masa kanak-kanak (Pervasive Developmental Disorder) or Not Otherwise Specified (PDD:NOS)
Beberapa perbedaan antara Autis, Aspergers, Retts, Gangguan disintegratif padamasa kanak (Childhood Disintegrative Disorder /CDD), Pervasive Developmental Disorder or Not Otherwise Specified (PDD:NOS adalah :
AUTISM
* Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi.
* Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
* Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal.
* Terdapat 6 GEJALA UTAMA AUTISM1. Kegagalan untuk mengembangkan khidupan sosial normal2. Gangguan bicara, Bahasa dan komunikasi3. Abnormal Relationships to Objects and Events4. Respon tidak normal terhadap stimulasi sensoris5. Perbedaan perkembangan dan keterlambatan perkembangan6. Dimulai selama usia bayi atau anak
SINDROM RETT’S
* Sindrom Rett adalah penyakit degeneratif, ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif).
* Hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang (seperti mencuci tangan) mulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
* Gejala dapat dimulai usia 6 bulan hingga usia 18 bulan
* Pertumbuhan kepala lambat
* Kehilangan kemampuan menggunakan gerakan tangan
* Berkembang seperti gejala khas autism
GANGGUAN DISINTEGRATIF PADA KANAK-KANAK (Childhood Disintegrative Disorder /CDD)
* Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
* Anak berkembang normal dalam usia 2 tahun pertama(seperti : kemampuan kominukasi, sosial, bermain dan perilaku), namun secara bermakna kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang tergangggu diantaranya adalah kemampuan :BahasaKemampuan sosialKemampuan buang air besar dan buang air kecil di toiletBermainKemampuan motorik
* Gejala tambahan, menunjukkan fungus abnormal sedikitnya dua hal dari :Interaksi sosial
* Komunikasi Pola perilaku terbatas : perhatian dan aktifitas
SINDROM ASPERGER’S
* Asperger’s Syndrome gejala khas yang timbul adalah gangguan intteraksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan dan aktifitasis.
* Mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, sedikitnya dua gejala dari :D itandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi non verbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap bada, gerak isyarat)
* Tidak bisa bermain dengan anak sebayaGangguan dalam menikmati minat atau keberhasilankurangnya hubungan sosial dan emosional
GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF (Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified / PDD-NOS)
* Biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.
http://childrenautismclinic.wordpress.com/2009/04/12/diagnosis-banding-gangguan-spektrum-autism/
Gangguan Perkembangan Pervasif (Pervasive Developmental Disorders /PDD) terdiri dari beberapa jenis PPD di antaranya adalah :
1. Autism
2. Aspergers
3. Retts
4. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
5. Gangguan pervasive opada masa kanak-kanak (Pervasive Developmental Disorder) or Not Otherwise Specified (PDD:NOS)
Beberapa perbedaan antara Autis, Aspergers, Retts, Gangguan disintegratif padamasa kanak (Childhood Disintegrative Disorder /CDD), Pervasive Developmental Disorder or Not Otherwise Specified (PDD:NOS adalah :
AUTISM
* Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi.
* Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
* Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal.
* Terdapat 6 GEJALA UTAMA AUTISM1. Kegagalan untuk mengembangkan khidupan sosial normal2. Gangguan bicara, Bahasa dan komunikasi3. Abnormal Relationships to Objects and Events4. Respon tidak normal terhadap stimulasi sensoris5. Perbedaan perkembangan dan keterlambatan perkembangan6. Dimulai selama usia bayi atau anak
SINDROM RETT’S
* Sindrom Rett adalah penyakit degeneratif, ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif).
* Hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang (seperti mencuci tangan) mulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
* Gejala dapat dimulai usia 6 bulan hingga usia 18 bulan
* Pertumbuhan kepala lambat
* Kehilangan kemampuan menggunakan gerakan tangan
* Berkembang seperti gejala khas autism
GANGGUAN DISINTEGRATIF PADA KANAK-KANAK (Childhood Disintegrative Disorder /CDD)
* Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
* Anak berkembang normal dalam usia 2 tahun pertama(seperti : kemampuan kominukasi, sosial, bermain dan perilaku), namun secara bermakna kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang tergangggu diantaranya adalah kemampuan :BahasaKemampuan sosialKemampuan buang air besar dan buang air kecil di toiletBermainKemampuan motorik
* Gejala tambahan, menunjukkan fungus abnormal sedikitnya dua hal dari :Interaksi sosial
* Komunikasi Pola perilaku terbatas : perhatian dan aktifitas
SINDROM ASPERGER’S
* Asperger’s Syndrome gejala khas yang timbul adalah gangguan intteraksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan dan aktifitasis.
* Mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, sedikitnya dua gejala dari :D itandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi non verbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap bada, gerak isyarat)
* Tidak bisa bermain dengan anak sebayaGangguan dalam menikmati minat atau keberhasilankurangnya hubungan sosial dan emosional
GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF (Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified / PDD-NOS)
* Biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.
http://childrenautismclinic.wordpress.com/2009/04/12/diagnosis-banding-gangguan-spektrum-autism/
Asperger’s Syndrome
Definisi
• Salah satu dari autis spectrum disorders
atau pervasive developmental disorder
(PDD)
• Dicirikan, hendaya dalam interaksi
sosial, dimana terdapat pola perilaku yang
steriotipik, keterbatasan dalam aktivitas
dan minat, tanpa disertai dengan
keterlambatan perkembangan kognitif atau
berbahasa.
Interaksi Sosial
• Keterbatasan dalam menunjukkan empati
• Kesulitan dalam membangun persahabatan
• Kesulitan saling berbagi kesenangan
• Keterbatasan dalam perilaku nonverbal,
eye contact,
ekpresi wajah, posture dan gesture.
• Beda dengan anak autis, pada Asperger’s
Syndrome berusaha untuk mendekati
orang lain “ active but Odd”
Kesenangan & perilaku yang
terbatas & berulang
• Terpaku pada ritual dan rutinitas yang
tidak fleksibel
• Preokupasi terhadap suatu hal tertentu.
Pembicaraan dan bahasa
• Abnormalitas, verbosity; abrupt
transitions; literal interpretations and
miscomprehension of nuance;
• Menggunakan arti yang metafor
• Defisit dalam persepsi pendengaran
• Pembicaraan yang ideosyncratic
• Keanehan dalam kekerasan suara,
pitch, intonasi,prosody dan rhythm.
Tiga hal yang menjadi pola dalam
komunikasi pasien Asperger’s Syndrome :
Pembicaraan bisa ditandai dengan poor
prosady, inflection & intonasi tidak se
kaku autis.
- Tangensial & circumstansial
- Gaya komunikasinya ditandai dengan
Verbosity.
History
• Hans Asperger
• 1944
• Spesialis Anak
• Yang tertarik khusus dalam
edukasi, 4 anak sulit
dalam berinteraksi dalam sosial
grup, sosial isolasi.
Epidemiologi
• Ratarata
1 – 2 : 10.000
• Antara pria : wanita = 9 : 1
• Dilaporkan, memiliki fungsi intelektual
yang normal, tidak masuk kategori autis,
tapi overlapping dengan PDD NOS.
Etiologi
• Masih belum diketahui
• Penelitian, Asperger’s syndrom suatu
spektrum dari autis, berhubungan
dengan genetik.
• Ada beberapa laporan, pasien
Asperger’s sindrom memiliki brain anomali
dengan IQ yang normal atau superior.
• Beberapa melaporkan, teratogen..
obat yang menyebabkan defek pada bayi,
biasanya 8 minggu, dari masa konsepsi.
Skrining
• The Asperger Syndrome Diagnostic Scale
(ASDS),
• Autism Spectrum Screening Questionnaire
(ASSQ),
• Childhood Asperger Syndrome Test
(CAST),
• Gilliam Asperger’s Disorder Scale
(GADS),
• Krug Asperger’s Disorder Index (KADI).
Diagnosis
• Kualitas hendaya dalam interaksi sosial &
keterbatasan terhadap minat, seperti
yang ditemukan pada autis.
• Yang menjadi kontrasnya :
tidak mempunyai kriteria didalam
kelempok gejala berbahasa dan
komunikasi dan tidak mempunyai
keterlambatan dalam berbahasa, kognitif,
ketrampilan merawat diri sendiri.
Menunjukkan ketertarikan untuk
bersahabat dan bertemu dengan orang
tapi tidak sensitif dengan perasaan orang
lain.
• Kesulitan/ frustasi di dalam menjalani
persahabatan, beberapa pasien asperger mengalami
gangguan mood
• Intuisinya minimal, spontaniusnya
terbatas, lebih banyak kaku di dalam
interaksi sosial.
Diagnosis diferensial
• PDD NOS, hendaya sosial & komunikasi
> berat dibanding Asperger’s syndrom
• Kepribadian skizoid, tidak menunjukan
keparahan dalam hendaya sosial atau
pola perkembangan awal yang ditemukan
pada Asperger.
• The schizoprenia spectrum,
• ADHD
• Stereotypic movement disorder.
Penatalaksanaan
• The training of social skills, effective
interpersonal interactions;
• CBT, untuk memperbaiki stress
management yang berhubungan dengan
anxiety or explosive emotions, dan untuk
menghentikan obsessive interests dan
repetitive routines;
• Psikofarmaka : Risperidon dan
Olanzapine terbukti baik untuk pasien.
Risperidone, dapat mengurangi
repetitive and selfinjurious
behaviors,
aggressive outbursts and impulsivity, dan
memperbaiki stereotypical patterns of
behavior and social relatedness.
• The selective serotonin reuptake inhibitors
selective (SSRIs), fluoxetine,
fluvoxamine dan setraline, efektif untuk
mengatasi restricted and repetitive
interests and behaviors
Occupational or physical therapy untuk,
sensory integration and motor
coordination yang kurang;
• Intervensi komunikasi sosial,speech
therapy untuk menolong pasien dapan
wawancara dengan baik.
• Melatih dan mendukung orangtua,
teknikteknik
yang dapat digunakan di
dalam rumah.
• Selain itu, strategi untuk mengerti
kekuatan dan kelemahan, memperbaiki
copingnya.
Prognosis
• Individu dengan Asperger ‘Syndrome,
dapat mempunyai harapan hidup yang
normal tetapi pravelensi komorbid dengan
gangguan psikiatri sering ditemukan.
• Dapat sekolah regular, tapi perlu didukung,
rentan karena terlihat nyentrik biasanya
bukan karena defisit dalam pelajaran ttp
kesulitan sosial dan perilaku.
• Memerlukan pendidikan yang khusus
• Dewasa, kesulitan dlm self care, organisasi
dan hubungan sosial dan hubungan
romantis.
Daftar pustaka
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/dec1e10bec46c412a083fc87462dc46b7b8f0a60.pdf
• Salah satu dari autis spectrum disorders
atau pervasive developmental disorder
(PDD)
• Dicirikan, hendaya dalam interaksi
sosial, dimana terdapat pola perilaku yang
steriotipik, keterbatasan dalam aktivitas
dan minat, tanpa disertai dengan
keterlambatan perkembangan kognitif atau
berbahasa.
Interaksi Sosial
• Keterbatasan dalam menunjukkan empati
• Kesulitan dalam membangun persahabatan
• Kesulitan saling berbagi kesenangan
• Keterbatasan dalam perilaku nonverbal,
eye contact,
ekpresi wajah, posture dan gesture.
• Beda dengan anak autis, pada Asperger’s
Syndrome berusaha untuk mendekati
orang lain “ active but Odd”
Kesenangan & perilaku yang
terbatas & berulang
• Terpaku pada ritual dan rutinitas yang
tidak fleksibel
• Preokupasi terhadap suatu hal tertentu.
Pembicaraan dan bahasa
• Abnormalitas, verbosity; abrupt
transitions; literal interpretations and
miscomprehension of nuance;
• Menggunakan arti yang metafor
• Defisit dalam persepsi pendengaran
• Pembicaraan yang ideosyncratic
• Keanehan dalam kekerasan suara,
pitch, intonasi,prosody dan rhythm.
Tiga hal yang menjadi pola dalam
komunikasi pasien Asperger’s Syndrome :
Pembicaraan bisa ditandai dengan poor
prosady, inflection & intonasi tidak se
kaku autis.
- Tangensial & circumstansial
- Gaya komunikasinya ditandai dengan
Verbosity.
History
• Hans Asperger
• 1944
• Spesialis Anak
• Yang tertarik khusus dalam
edukasi, 4 anak sulit
dalam berinteraksi dalam sosial
grup, sosial isolasi.
Epidemiologi
• Ratarata
1 – 2 : 10.000
• Antara pria : wanita = 9 : 1
• Dilaporkan, memiliki fungsi intelektual
yang normal, tidak masuk kategori autis,
tapi overlapping dengan PDD NOS.
Etiologi
• Masih belum diketahui
• Penelitian, Asperger’s syndrom suatu
spektrum dari autis, berhubungan
dengan genetik.
• Ada beberapa laporan, pasien
Asperger’s sindrom memiliki brain anomali
dengan IQ yang normal atau superior.
• Beberapa melaporkan, teratogen..
obat yang menyebabkan defek pada bayi,
biasanya 8 minggu, dari masa konsepsi.
Skrining
• The Asperger Syndrome Diagnostic Scale
(ASDS),
• Autism Spectrum Screening Questionnaire
(ASSQ),
• Childhood Asperger Syndrome Test
(CAST),
• Gilliam Asperger’s Disorder Scale
(GADS),
• Krug Asperger’s Disorder Index (KADI).
Diagnosis
• Kualitas hendaya dalam interaksi sosial &
keterbatasan terhadap minat, seperti
yang ditemukan pada autis.
• Yang menjadi kontrasnya :
tidak mempunyai kriteria didalam
kelempok gejala berbahasa dan
komunikasi dan tidak mempunyai
keterlambatan dalam berbahasa, kognitif,
ketrampilan merawat diri sendiri.
Menunjukkan ketertarikan untuk
bersahabat dan bertemu dengan orang
tapi tidak sensitif dengan perasaan orang
lain.
• Kesulitan/ frustasi di dalam menjalani
persahabatan, beberapa pasien asperger mengalami
gangguan mood
• Intuisinya minimal, spontaniusnya
terbatas, lebih banyak kaku di dalam
interaksi sosial.
Diagnosis diferensial
• PDD NOS, hendaya sosial & komunikasi
> berat dibanding Asperger’s syndrom
• Kepribadian skizoid, tidak menunjukan
keparahan dalam hendaya sosial atau
pola perkembangan awal yang ditemukan
pada Asperger.
• The schizoprenia spectrum,
• ADHD
• Stereotypic movement disorder.
Penatalaksanaan
• The training of social skills, effective
interpersonal interactions;
• CBT, untuk memperbaiki stress
management yang berhubungan dengan
anxiety or explosive emotions, dan untuk
menghentikan obsessive interests dan
repetitive routines;
• Psikofarmaka : Risperidon dan
Olanzapine terbukti baik untuk pasien.
Risperidone, dapat mengurangi
repetitive and selfinjurious
behaviors,
aggressive outbursts and impulsivity, dan
memperbaiki stereotypical patterns of
behavior and social relatedness.
• The selective serotonin reuptake inhibitors
selective (SSRIs), fluoxetine,
fluvoxamine dan setraline, efektif untuk
mengatasi restricted and repetitive
interests and behaviors
Occupational or physical therapy untuk,
sensory integration and motor
coordination yang kurang;
• Intervensi komunikasi sosial,speech
therapy untuk menolong pasien dapan
wawancara dengan baik.
• Melatih dan mendukung orangtua,
teknikteknik
yang dapat digunakan di
dalam rumah.
• Selain itu, strategi untuk mengerti
kekuatan dan kelemahan, memperbaiki
copingnya.
Prognosis
• Individu dengan Asperger ‘Syndrome,
dapat mempunyai harapan hidup yang
normal tetapi pravelensi komorbid dengan
gangguan psikiatri sering ditemukan.
• Dapat sekolah regular, tapi perlu didukung,
rentan karena terlihat nyentrik biasanya
bukan karena defisit dalam pelajaran ttp
kesulitan sosial dan perilaku.
• Memerlukan pendidikan yang khusus
• Dewasa, kesulitan dlm self care, organisasi
dan hubungan sosial dan hubungan
romantis.
Daftar pustaka
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/dec1e10bec46c412a083fc87462dc46b7b8f0a60.pdf
SINDROM RETT
Sindrom Rett: suatu kondisi neurodegeneratif
yang progresif.
• Pada orang dewasa, yang nonambulatory
disebabkan oleh
masalah
motorik & skoliosis.
• Risiko mati mendadak me↑.
TATALAKSANA
• Tidak ada terapi spesifik!!
• Edukasi khusus, modifikasi perilaku, terapi fisik
& pernafasan dan berguna.
• Angka kejadian kejang yang me↑, perlu
perhatian, penggunaan medikasi yang me↓
ambang kejang.
• Psikoedukasi kepada keluarga (ortu & saudara2
pasien).
DEFINISI
• Suatu kondisi yang jarang.
• Ditandai dengan regresi nyata pada area
perkembangan multipel setelah beberapa
tahun perkembangan normal.
SEJARAH
• Pertama kali dijelaskan oleh Theodore
Heller pada thn 1908, melaporkan
suatu seri kasus yang menampilkan
suatu regresi perkembangan yang
menetap & nyata setelah 3 atau 4 tahun
mengalami perkembangan normal.
• Disebutnya dementia infantilis =
disintegrative psychosis atau Heller’s
syndrome.
EPIDEMIOLOGI
• Data = jarang.
• Perkiraan prevalensi:
1 dalam 100.000 anak.
• Jumlah lebih besar pada anak.
ETIOLOGI
• Faktor neurobiologi.
• ± ½ kasus, EEG abnormal & kadang terdapat
kejang.
• Dikaitkan dengan kondisi medis umum yang
bervariasi (cth: neurolipidoses, metakromatik
leukodistrofi, penyakit AddisonSchilder,
subacute sclerosing panencephalitis).
• Kemungkinan terjadi bila onsetnya setelah usia
6 tahun.
KRITERIA DIAGNOSIS
MENURUT DSM-IV TR
A. Tampak perkembangan yang normal
untuk 2 tahun pertama setelah lahir, yang
dimanifestasikan dengan adanya
komunikasi verbal & non verbal yang
sesuai usia, hubungan sosial, bermain &
perilaku adaptif.
Secara klinis tampak hilang secara
bermakna keterampilan yang didapat
sebelumnya (sebelum usia 10 tahun)
pada minimal 2 dari area berikut:
1. bahasa ekspresif atau reseptif.
2. keterampilan sosial atau perilaku
adaptif.
3. kontrol BAB dan BAK.
4. bermain.
5. keterampilan motorik.
Fungsi abnormal pada minimal 2 dari area
berikut:
1. hendaya kualitatif pada interaksi
sosial (cth: hendaya pada perilaku
non verbal, kegagalan untuk
mengembangkan hubungan dengan
teman sebaya, kurangnya timbal balik
secara sosial atau emosional).
hendaya kualitatif pada komunikasi (cth:
terlambat atau kurangnya percakapan,
ketidakmampuan untuk memulai atau
melanjutkan suatu pembicaraan,
penggunaan bahasa yg stereotipi &
repetitif, kurangnya makebelieve
play yang
bervariasi.
3. pola perilaku yang restriksi, repetitif &
stereotipi, minat & aktivitas, termasuk
stereotipi motorik & manerisme.
b. Gangguan tidak lebih baik untuk PDD
spesifik lainnya atau skizofrenia.
GAMBARAN KLINIS
• Perkembangan dini harus normal untuk
min.2 tahun termasuk keterampilan
sosial & komunikasi yang normal.
• Sebelum usia 10 tahun, hilangnya
keterampilan yang didapat sebelumnya
yang bermakna pada min. 2 area berikut
(biasanya banyak): komunikasi, interaksi
sosial, kontrol BAB & BAK, kemampuan
motorik.
Gejala hampir sama dgn autisme,
membingungkan bagi anak2 autisme
yang regresif.
• Onset: antara usia 34
tahun, dapat
mendadak atau bertahap.
• Terdapat agitasi atau ansietas yang tidak
spesifik sebelum deteriorasi
perkembangan.
• Hilangnya keterampilan komunikasi &
sosial, perlu perhatian dari ortu.
Perilaku stereotipi, masalah dengan
transisi & perubahan, over aktivitas non
spesifik, sering berkembang.
• Deteriorasi pada keterampilan menolong
diri sendiri, tampak mencolok.
DIAGNOSIS BANDING
• Autisme
• Sindroma Rett.
• Skizofrenia.
• Sindroma LandauKleffner.
PERJALANAN PENYAKIT
• ¾ kasus, perkembangan &
perilaku anak mengalami deteriorasi
sampai tahap fungsional yang lebih
rendah, stabil tanpa deteriorasi
lebih lanjut.
• Bbrp kasus, lebih pulih
keterampilan perkembangan
sebelumnya.
Sedikit kasus, pemulihan yang sangat
baik.
• Bbrp kasus, terutama yg berhub.
dengan proses neuropatologi progresif,
deteriorasinya progresif & dapat
berakibat kematian.
• Harapan hidup, normal.
• Secara umum, outcome lebih buruk
dari autisme.
TATALAKSANA
• Edukasi khusus & terapi perilaku.
• Tidak ada terapi psikofarmaka spesifik!!
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0a71104c44f87b562e1b2ac55f2e69e10edf0c64.pdf
yang progresif.
• Pada orang dewasa, yang nonambulatory
disebabkan oleh
masalah
motorik & skoliosis.
• Risiko mati mendadak me↑.
TATALAKSANA
• Tidak ada terapi spesifik!!
• Edukasi khusus, modifikasi perilaku, terapi fisik
& pernafasan dan berguna.
• Angka kejadian kejang yang me↑, perlu
perhatian, penggunaan medikasi yang me↓
ambang kejang.
• Psikoedukasi kepada keluarga (ortu & saudara2
pasien).
DEFINISI
• Suatu kondisi yang jarang.
• Ditandai dengan regresi nyata pada area
perkembangan multipel setelah beberapa
tahun perkembangan normal.
SEJARAH
• Pertama kali dijelaskan oleh Theodore
Heller pada thn 1908, melaporkan
suatu seri kasus yang menampilkan
suatu regresi perkembangan yang
menetap & nyata setelah 3 atau 4 tahun
mengalami perkembangan normal.
• Disebutnya dementia infantilis =
disintegrative psychosis atau Heller’s
syndrome.
EPIDEMIOLOGI
• Data = jarang.
• Perkiraan prevalensi:
1 dalam 100.000 anak.
• Jumlah lebih besar pada anak.
ETIOLOGI
• Faktor neurobiologi.
• ± ½ kasus, EEG abnormal & kadang terdapat
kejang.
• Dikaitkan dengan kondisi medis umum yang
bervariasi (cth: neurolipidoses, metakromatik
leukodistrofi, penyakit AddisonSchilder,
subacute sclerosing panencephalitis).
• Kemungkinan terjadi bila onsetnya setelah usia
6 tahun.
KRITERIA DIAGNOSIS
MENURUT DSM-IV TR
A. Tampak perkembangan yang normal
untuk 2 tahun pertama setelah lahir, yang
dimanifestasikan dengan adanya
komunikasi verbal & non verbal yang
sesuai usia, hubungan sosial, bermain &
perilaku adaptif.
Secara klinis tampak hilang secara
bermakna keterampilan yang didapat
sebelumnya (sebelum usia 10 tahun)
pada minimal 2 dari area berikut:
1. bahasa ekspresif atau reseptif.
2. keterampilan sosial atau perilaku
adaptif.
3. kontrol BAB dan BAK.
4. bermain.
5. keterampilan motorik.
Fungsi abnormal pada minimal 2 dari area
berikut:
1. hendaya kualitatif pada interaksi
sosial (cth: hendaya pada perilaku
non verbal, kegagalan untuk
mengembangkan hubungan dengan
teman sebaya, kurangnya timbal balik
secara sosial atau emosional).
hendaya kualitatif pada komunikasi (cth:
terlambat atau kurangnya percakapan,
ketidakmampuan untuk memulai atau
melanjutkan suatu pembicaraan,
penggunaan bahasa yg stereotipi &
repetitif, kurangnya makebelieve
play yang
bervariasi.
3. pola perilaku yang restriksi, repetitif &
stereotipi, minat & aktivitas, termasuk
stereotipi motorik & manerisme.
b. Gangguan tidak lebih baik untuk PDD
spesifik lainnya atau skizofrenia.
GAMBARAN KLINIS
• Perkembangan dini harus normal untuk
min.2 tahun termasuk keterampilan
sosial & komunikasi yang normal.
• Sebelum usia 10 tahun, hilangnya
keterampilan yang didapat sebelumnya
yang bermakna pada min. 2 area berikut
(biasanya banyak): komunikasi, interaksi
sosial, kontrol BAB & BAK, kemampuan
motorik.
Gejala hampir sama dgn autisme,
membingungkan bagi anak2 autisme
yang regresif.
• Onset: antara usia 34
tahun, dapat
mendadak atau bertahap.
• Terdapat agitasi atau ansietas yang tidak
spesifik sebelum deteriorasi
perkembangan.
• Hilangnya keterampilan komunikasi &
sosial, perlu perhatian dari ortu.
Perilaku stereotipi, masalah dengan
transisi & perubahan, over aktivitas non
spesifik, sering berkembang.
• Deteriorasi pada keterampilan menolong
diri sendiri, tampak mencolok.
DIAGNOSIS BANDING
• Autisme
• Sindroma Rett.
• Skizofrenia.
• Sindroma LandauKleffner.
PERJALANAN PENYAKIT
• ¾ kasus, perkembangan &
perilaku anak mengalami deteriorasi
sampai tahap fungsional yang lebih
rendah, stabil tanpa deteriorasi
lebih lanjut.
• Bbrp kasus, lebih pulih
keterampilan perkembangan
sebelumnya.
Sedikit kasus, pemulihan yang sangat
baik.
• Bbrp kasus, terutama yg berhub.
dengan proses neuropatologi progresif,
deteriorasinya progresif & dapat
berakibat kematian.
• Harapan hidup, normal.
• Secara umum, outcome lebih buruk
dari autisme.
TATALAKSANA
• Edukasi khusus & terapi perilaku.
• Tidak ada terapi psikofarmaka spesifik!!
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0a71104c44f87b562e1b2ac55f2e69e10edf0c64.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)