Minggu, 18 April 2010

Beberapa faktor Kesulitan Belajar dan Penanganannya

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar yang dicapai seseorang dalam belajar tidak selalu sama. Ada hal-hal yang dapat mengakibatkan kegagalan atau gangguan yang bisa menghambat kemajuan belajar. Faktor penghambat dalam belajar dapat digolongkan menjadi empat macam, seperti yang dikemukan Oemar Hamalik dalam bukunya Metode belajar dan Kesulitan Belajar (1982:83) yaitu :
1. Faktor-faktor yang bersumber dari diri anak adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan yang sering terganggu
b. Kecakapan mengikuti pelajaran
c. Kebiasaan belajar
d. Kurangnya penguasaan bahasa.
2. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah :
a. Cara memberikan pelajaran
b. Kurangnya bahan-bahan bacaan
c. Bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan
d. Penyelenggaraan pengajaran terlalu padat
3. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga :
a. Masalah broken home
b. Rindu kampung
c. Bertamu dan menerima tamu
d. Kurangnya kontrol orang tua.
4. Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat :
a. Gangguan dari jenis kelamin lain
b. Bekerja disamping belajar di sekolah
c. Aktif berorganisasi
d. Tidak dapat membagi waktu, rekreasi dan waktu senggang
e. Tidak mempunyai teman belajar

Keempat faktor di atas, tidak jauh berbeda dengan faktor yang dikemukakan oleh Sukirin dalam bukunya, Psikologi Pendidikan, yaitu:
1. Faktor pada diri orang yang belajar fisik dan mental psikologi
2. Faktor di luar diri orang yang belajar alam dan sosial
3. Faktor sarana fisik dan nonfisik.
Gejala Kesulitan Belajar dalam proses belajar mengajar sudah menjadi harapan setiap guru/pengajar agar siswanya dapat mencapai prestasi. Namun, pada kenyataan hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan. Beberapa siswa menunjukkan nilai kurang meskipun sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya.
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang dapat dilihat dalam berbagai jenis kenyataan. Di sini guru/pengajar sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar berperan untuk dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar. Bagi seorang guru/pengajar yang memahami kesulitan belajar siswa merupakan dasar dalam usaha memberi bantuan kepada siswa. Beberapa ciri tingkah laku kesulitan belajar:

Berdasarkan pendapat di atas tugas guru/pengajar maupun penyuluh pendidikan sesungguhnya sangatlah berat. Guru/pengajar dituntut mempunyai sikap sabar dalam memahami latar belakang siswa, dapat menggunakan pendekatan yang efektif dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan belajar serta tidak bertindak gegabah. Sebab apabila salah dalam membantu memecahkan masalah siswa, kemungkinan siswa akan mengalami kesulitan yang lebih besar dari yang semula. Tugas ini tidak mudah dilaksanakan oleh seorang guru/pengajar karena penyebab kesulitan belajar yang dihadapi para siswa itu sangat beraneka ragam, sehingga sulit dipahami secara sempurna. Dan, usaha pemecahan kesulitan belajar yang dilakukan dan berhasil untuk seorang iswa, belum tentu berhasil pada siswa yang lain.
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, suka menentang, dusta
e. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti perenung, rendah diri, sedih, menyesal, pemarah, mudah tersinggung dsb.

Mengatasi Kesulitan Belajar

Tiap siswa tentu memiliki keinginan supaya dalam belajar dapat berhasil sebaik-baiknya. Tidak ada yang mengharapkan kegagalan dalam belajar. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat mempengaruhi jiwanya.
Demikian juga harapan guru/pengajar sebagai pendidik dan pengajar menghendaki siswanya berhasil belajar dengan baik tanpa mengalami hambatan. Dalam buku Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro. (1986:54) dikatakan bahwa salah satu tugas paling sulit bagi guru/pengajar dan penyuluh pendidikan ialah mengadakan diagnosis dan membantu memecahkan kesulitan belajar5 yang dihadapi siswa.

Dengan demikian tidak dapat diketahui dengan pasti apakah suatu cara pemecahan kesulitan dapat dipergunakan untuk menolong memecahkan kesulitan setiap siswa. Dalam pemecahan masalah diperlukan langkah-langkah yang teratur agar pemecahan masalah dapat dilakukan dengan teliti. Langkah-langkah tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu :
1. Penelaahan status. Tahap ini merupakan tahap identifikasi hakikat dan seberapa luas cakupan masalah kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.
2. Perkiraan sebab. Tahap ini merupakan perkiraan alasan atau sebab yang mendasari pola hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa yang bersangkutan.
3. Pemecahan dan penilaian. Tahap ini merupakan tahap usaha menghilangkan sebab timbulnya kesulitan yang dihadapi siswa, dan apabila tidak dapat disembuhkan, akan menjadi tahap untuk memberikan bantuan kepada siswa sesuai dengan sebabnya.

Dalam usaha untuk memecahkan kesulitan belajar tersebut, guru/pengajar harus mengetahui tingkat kesulitan yang dihadapi siswa. Mengingat keanekaragaman individu siswa, maka tingkat-tingkat kesulitan belajar yang mereka hadapi juga akan bermacam-macam. Pada dasarnya kesulitan belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (a) ringan, (b) sedang, (c) berat yang dikemukakan oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro. (1986:128). Sebagai berikut :
1. Kesulitan belajar yang tingkat kesulitannya ringan, masalahnya tidak begitu rumit, dan pemecahannya pun masih sederhana. Karena siswa yang mengalami kesulitan belajar ringan itu hanya kurang memperhatikan sewaktu guru/pengajar menerangkan satuan pelajaran. Maka cara pemecahan masalahnya mungkin cukup dengan menerangkan kembali satuan pelajaran pokok yang diterangkan atau mempelajari kembali suasana yang lebih serius.
2. Kesulitan yang tingkatannya sedang, karena siswa selalu tampak murung pada waktu mengikuti pelajaran, ataupun tak dapat berkonsentrasi pada ulangan atau tes dan sebagainya, perlu mendapat perhatian khusus dari guru/pengajar, maupun guru/pengajar bimbingan/ penyuluhan serta perlu meneliti apa penyebabnya. Setelah ditangani, ternyata siswa tersebut sedang mengalami masalah keluarga di rumah, maka penanganan siswa tersebut tidak cukup dengan mengulang-ulang, atau mempelajari satuan pelajaran pokok, tapi perlu mengembalikan siswa tersebut ke situasi dan kondisi pembelajaran sehingga konsentrasi tersebut tidak terganggu dengan masalah.
3. Kesulitan belajar yang berat misalnya siswa mendapat gangguan pada organ fisiknya, mungkin gangguan pada sarafnya karena kecelakaan, sehingga tidak dapat menangkap konsep secara cepat, segera lupa terhadap pelajaran. Masalah kesulitan belajar siswa yang sangat mendalam dan terus-menerus terjadi yang disebabkan faktor mendasar akan sukar atau mungkin tidak dapat ditangani lagi.

Di samping usaha pemecahan kesulitan belajar yang dilakukan dengan melihat tingkatannya, guru/pengajar dapat juga melakukan perbaikan dengan memilih cara, seperti yang dikemukan oleh Warji R, dan Ischak Sw. (1987:46) yaitu proses perbaikan dilakukan dengan jalan mengajarkan kembali bahan yang sama kepada para siswa yang memerlukan bantuan dengan cara penyajian yang berbeda dalam hal sebagai berikut :
1. Mengajarkan Kembali (Re-Teaching)
a. Kegiatan belajar mengajar dalam situasi kelompok yang telah dilakukan.
b. Melibatkan siswa pada kegiatan belajar
c. Memberikan dorongan (motivasi/penggalakan) kepada siswa pada kegiatan belajar yang meliputi ; bimbingan individu/kelompok kecil, memberikan pekerjaan rumah dan menyuruh siswanya mempelajari bahan yang sama dari buku-buku, buku paket atau sumber-sumber bacaan yang lain.
2. Guru/pengajar menggunakan alat bantu audio-visual yang lebih banyak
3. Bimbingan oleh guru / pengajar dengan jalan ; banyak mengenal siswa yang menjadi asuhannya, memberikan saran-saran dan menggiatkan tugas-tugas belajar dirumah, dan atau mengirimkan/merekomendasikan kepada pembimbing, jika ada yang memerlukan bantuan individu yang lebih lanjut.
4. Guru / pengajar bidang studi berusaha memberikan motivasi belajar pada bidang studi masing-masing dengan memberikan pendekatan manusiawi, memberikan keputusan dan kemauan pada siswa dengan memberikan perhatian, hadiah dan teguran dan atau menunjukkan watak khas dalam mempelajari bidang studi yang diasuhnya dan menunjukkan tingkah laku yang baik, mengirim kapada pembimbing (BP).

Berbagai cara penanganan kesulitan belajar sebagaimana dikemukakan di atas pada dasarnya dapat diterapkan dalam konteks pembelajaran mengingat diagnosis masalah kesulitan belajar siswa itu bersifat general dan karena itu hampir dapat dikatakan berlaku sama pada setiap tindakan pembelajaran termasuk pembelajaran di kelas.

Kesimpulan
Kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua unsur utama, yaitu pertama, internal (bersumber dari diri siswa itu sendiri, misalnya kurang motivasi atau tidak mengetahui bagaimana metode atau cara belajar yang efisien); dan kedua, eksternal (bersumber dari luar, misalnya fasilitas yang belum mencukupi terutama buku-buku literatur, masih relatif minimnya buku paket yang tersedia di perpustakaan sekolah; dan faktor-faktor lainnya).
Untuk mengatasi kesulitan belajar khususnya, motivasi belajar pada setiap siswa perlu mendapat perhatian, baik secara kelompok maupun individu. Motivasi ini merupakan aspek fundamental yang harus didorong karena melakukan sesuatu mestilah dimulai dengan motivasi. Kegiatan siswa juga harus diorientasikan pada usaha untuk meningkatkan prestasi belajar.

Dalam hal pendekatan, perlu menerapkan pendekatan yang lebih tepat dalam proses belajar mengajar Akuntasi di sekolah. Pendekatan tersebut haruslah pendekatan yang lebih berorientasi pada pembelajaran secara kontesktual atau apa yang populer dewasa ini dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL), misalnya memperbanyak pemberian tugas dalam bentuk pemecahan masalah, baik secara kelompok maupun mandiri di kelas; memperhatikan keluhan dan kesulitan yang dihadapi siswa di dalam atau di luar kelas.

Daftar Pustaka
Ernest, Paul. 1996. “Varieties of Constructivism: A Framework For Comparison”. In Seteffe, L.P. & Nesher, Pearla (Ed). Theories of Matehmatical Learning. New Jersey: Lawrence Elrbaum Associates, Publisher.
Hamalik, Umar, Drs. (1982). Metode belajar kesulitan-kesulitan belajar, Bandung. Tersito.
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Akuntansi. Malang: IKIP Malang
-----------1998. Pembelajaran Akuntansi Menurut Pandangan Konstruktivistik (Makalah disjikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi PPS IKIP Malang). Malang.
IQRA’ 5 2 Volume 2 Juli-Desember 2006 Mudassir

CARA BELAJAR EFEKTIF

Pembahasan

Beberapa teori pemerolehan pengetahuan menurut pandangan beberapa para ahli diantaranya adalah:
1. Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Psikologi Behavioristik
Thorndike, salah seorang penganut paham psikologi behavior (dalam Orton, 1991:39; Resnick, 1981:12), menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang

1 Sebagai contoh, pada anak yang telah memiliki pengetahuan tentang konsep segitiga, kemudian diberikan oleh guru/pengajar persegi panjang. Karena konsep persegi panjang ini belum cocok dengan konsep segitiga yang telah dimiliki anak, maka konsep segitiga itu direstrukturisasi sehingga dapat bersesuaian dengan konsep persegi panjang. Setelah itu, pengetahuan tentang konsep persegi panjang tersebut dapat berintegrasi dengan pengetahuan yang telah ada dan diperoleh pengetahuan baru berupa konsep persegi panjang. dapat terbentuk bergantung pada kekuatan koneksi atau ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thorndike ini disebut teori asosiasi.

Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan --yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hampir senada dengan hukum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus—respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Gagne2 yang disebut Orton (1991:39) sebagai modern neobehaviourists— membagi belajar dalam delapan jenis, yaitu dimulai dari belajar yang paling sederhana (belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar S-R, rangkaian S-R, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Namun, di dalam praktiknya, kedelapan tipe/jenis belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus-respon (Bell, 1981:108-123; Hudojo, 1990: 25-30). Hal tersebut dapat dijelaskan dari pendapat Gagne (dalam Hudojo, 1990:32), bahwa setiap jenis belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan. Tahap pertama pemahaman, setelah seseorang yang belajar diberi stimulus, maka ia berusaha untuk memahami karakteristiknya (merespon) kemudian diberi kode (secara mental). Hasil ini selanjutnya digunakan untuk menguasai stimulus yang diberikan yaitu pada tahap kedua (tahap penguasaan). Pengetahuan yang diperoleh dari tahap dua selanjutnya disimpan atau diingat, yaitu pada tahap ketiga (tahap pengingatan). Terakhir adalah tahap keempat, yaitu pengungkapan kembali pengetahuan yang telah disimpan pada tahap ketiga.
Berdasarkan pandangan psikologi behavior di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang manunggal antara stimulus dan

2 Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan, penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151). Respon, Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo (1998:4) bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh dari sekumpulan ikatan stimulus-respon, semakin sering asosiasi ini digunakan apalagi diberi penguatan, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi. Jika dihubungkan dengan pengetahuan Akuntansi, hal ini berarti semakin sering suatu konsep Akuntansi (pengetahuan) diulangi maka konsep Akuntansi itu akan semakin dikuasai. Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12, kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat.

1. Pemerolehan Pengetahuan Menurut Pandangan Psikologi Gestaltik
Psikologi gestalt dikembangkan di Eropa pada sekitar tahun 1920-an. Psikologi gestalt memperkenalkan suatu pendekatan belajar yang berbeda secara mendasar dengan teori asosiasi (behaviorism). Teori gestalt dibangun dari data hasil eksperimen yang sebelumnya belum dapat dijelaskan oleh ahli-ahli teori asosiasi. Meskipun pada awalnya psikologi gestalt hanya dipusatkan pada fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnick & Ford, 1981:129-130).
Berpikir sebagai fenomena dalam cara manusia belajar, diakui oleh para ahli psikologi gestalt sebagai sesuatu yang penting. Menurut Kohler (dalam Orton, 1991:89) berpikir bukan hanya proses pengaitan antara stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai pengenalan sensasi atau masalah secara keseluruhan yang terorganisir menurut prinsip tertentu. Katona, seorang ahli psikologi gestalt yang lain, juga tidak sependapat dengan belajar dengan pengaitan stimulus dan respon. Berdasarkan hasil penelitiannya ia membuktikan bahwa belajar bukan hanya mengingat sekumpulan prosedur, melainkan juga menyusun kembali informasi sehingga membentuk struktur baru menjadi lebih sederhana (Resnick & Ford, 1981:143-144).
Esensi dari teori psikologi gestalt adalah bahwa pikiran (mind) adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang terpisah-pisah (Orton, 1990:89). Para pengikut gestalt berpendapat bahwa sensasi atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila dipersepsi secara terpisah atau bagian demi bagian, maka strukturnya tidak jelas. Menurut Katona (dalam Resnick& Ford, 1981:139) penemuan struktur terhadap sensasi atau informasi diperlukan untuk dapat memahaminya dengan tepat.
Jadi, menurut pandangan psikologi gestalt dapat disimpulkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.

Pemerolehan Pengetahuan menurut Pandangan Konstruktivistik
Matthews (dalam Suparno, 1997:124) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan sosiologi. Kemudian konstruktivisme psikologi juga dibagi menjadi dua yaitu: (1) konstruktivisme radikal, yang lebih bersifat personal, individual, dan subyektif, dan aliran ini dianut oleh Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan (2) konstruktivisme 3 Menurut Piaget pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi danakomodasi. Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan.
4 Untuk memperjelas uraian di atas perhatikan ilustrasi berikut, Misalkan, pada seorang anak bernama Gibran telah terbentuk skemata tentang persamaan akuntansi yaitu pengertian persamaan akuntansi, bentuk umum persamaan akuntansi (Utang + Modal = H), dan teknik penyelesaiannya. Suatu ketika kepadanya diperkenalkan persamaan HPP Persediaan awal + pembelian - persedian akhir = HPP. Karena pengetahuan yang terbentuk dalam skemata Gibran adalah tentang persamaan akuntansi dan tidak cocok dengan persamaan HPP, maka Gibran akan mengalami disequilibrium. Agar skemata tentang persamaan HPP itu dapat dibentuk, maka skemata tentang persamaan akuntansi yang telah ada direstrukturisasi sehingga persamaan HPP dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasi dan diadaptasi, sehingga terjadilah keadaan equilibrium. Akhirnya, terbentuklah skemata baru atau pengetahuan baru yaitu persamaan HPP.

sosial, yang lebih bersifat sosial, dan aliran ini dipelopori oleh Vigotsky. Ernest (1996:9) secara tegas membagi tiga aliran konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme lemah (weak constructivism). Selanjutnya, yang akan dibahas dalam tulisan ini hanyalah konstruktivisme psikologi/radikal yang dipelopori oleh Piaget dan konstruktivisme sosial yang dipelopori oleh Vygotsky. Sebelumnya telah disinggung bahwa konstruktivisme psikologi/radikal dalam belajar dipelopori oleh Piaget (Suparno, 1997:21). Piaget mempunyai perbedaan pandangan yang sangat mendasar dengan pandangan kaum behavior dalam pemerolehan pengetahuan. Bagi kaum behavior pengetahuan itu dibentuk oleh lingkungan melalui ikatan stimulus-respon. Piaget berpandangan bahwa pemerolehan pengetahuan seperti itu ibarat menuangkan air dalam bejana. Artinya, pebelajar dalam keadaan pasif menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru/pengajar. Bagi Piaget3 pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari seseorang/pembelajar terhadap lingkungan (Orton, 1991:5).
Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dsb) atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang. Akomodasi adalah proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Hal itu, dikarenakan informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada. Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemata yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu. Dengan kalimat lain, pandangan Piaget di atas dapat dijelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (sruktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan, apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru .
Dengan demikian, asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek penting dari proses yang sama yaitu pembentukan pengetahuan. Kedua proses itu merupakan aktivitas secara mental yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita. Seseorang menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya. Jadi, adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran sesorang. Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner. Meskipun Bruner mengklaim bahwa ia bukan pengikut Piaget, tetapi teori-teori belajarnya sangat relevan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir seperti yang dikemukakan Piaget. Salah satu teori belajar Bruner yang mendukung paham konstruktivisme adalah teori konstruksi. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk m Sebelumnya telah disinggung bahwa konstruktivisme sosial dipelopori oleh Vygotsky. Secara umum, penganut faham konstruktivisme sosial memandang bahwa pengetahuan Akuntansi merupakan konstruksi sosial. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa: (1) Basis dari pengetahuan Akuntansi adalah pengetahuan bahasa, perjanjian dan hukum-hukum, dan pengetahuan bahasa merupakan konstruksi sosial; (2) Proses sosial interpersonal diperlukan untuk membentuk pengetahuan subyektif Akuntansi yang selanjutnya melalui publikasi akan terbentuk pengetahuan Akuntansi; obyektif dan (3) Obyektivitas itu sendiri merupakan masalah sosial (Ernest, 1991:42). Lebih lanjut, Ernest (1991:43) menyatakan bahwa konstruktivisme sosial mengaitkan antara pengetahuan subyektif dan pengetahuan obyektif dalam suatu siklus melingkar. Maksudnya, pengetahuan Akuntansi baru terbentuk melalui suatu siklus melingkar yaitu dimulai dari pengetahuan subyektif ke pengetahuan obyektif melalui suatu publikasi. Pengetahuan obyektif Akuntansi diinternalisasi dan dikonstruksi oleh siswa selama proses belajar Akuntansi. Hudojo (2003: 1) menjelaskan proses rekonstruksi Akuntansi yang dilakukan oleh siswa itu (menggabungkan pendapat Ernest, 1991 dan Leiken & Zaslavsky, 1997) sebagai berikut. Pertama, pengetahuan obyektif Akuntansi direpresentasikan siswa dengan mengkonstruk melingkar yang ditunjukkan dengan alur mengkaji/menyelidiki, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi sehingga terjadi rekonstruksi Akuntansi konsepsi awal. Kedua, konsepsi awal sebagai hasil rekonstruksi individu tersebut merupakan pengetahuan subyektif Akuntansi. Ketiga, pengetahuan subyektif Akuntansi tersebut di”kolaborasi”kan dengan siswa lain, guru/pengajar dan perangkat belajar (siswa-guru/pengajar-perangkat belajar) sehingga terjadi rekonstruksi sebagai hasil dari proses scaffolding. Keempat, Akuntansi yang direkonstruksi sebagai hasil dari proses scaffolding dan direpresentasikan oleh kelompok tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan obyektif Akuntansi.emulai belajar konsep dan prinsip dalam Akuntansi adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu dibiasakan sejak anak-anak masih kecil (Bell, 1981:143).

Daftar Pustaka
Ernest, Paul. 1996. “Varieties of Constructivism: A Framework For Comparison”. In Seteffe, L.P. & Nesher, Pearla (Ed). Theories of Matehmatical Learning. New Jersey: Lawrence Elrbaum Associates, Publisher.
Hamalik, Umar, Drs. (1982). Metode belajar kesulitan-kesulitan belajar, Bandung. Tersito.
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Akuntansi. Malang: IKIP Malang
-----------1998. Pembelajaran Akuntansi Menurut Pandangan Konstruktivistik (Makalah disjikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi PPS IKIP Malang). Malang.
IQRA’ 5 2 Volume 2 Juli-Desember 2006 Mudassir

MEMAHAMI GANGGUAN BELAJAR PADA ANAK SEKOLAH DASAR dan PENANGANANNYA

Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).

Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak

Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.

Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua

Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.
Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.
Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/memahami-gangguan-belajar-pada-anak-sekolah-dasar-2/

Gangguan belajar “disleksia”

Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya” akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya” atau “LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.

Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka bodoh? Ternyata, mereka bukan mengalami keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius Albert Einstein konon pernah mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom Cruise! Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja. Masalah baru muncul ketika tugas membaca semakin banyak di tingkat kelas yang lebih tinggi. Umumnya guru akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit sekali membaca.

Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog atau psikiater, sehingga bisa ditentukan penanganannya. Terapis akan membantu anak membuat aktivitas membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk mengingat bunyi huruf seperti ‘p’ dan ‘b’ yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari merapatkan kedua bibir untuk menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan membantu anak membaca lebih mudah.

Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar tentang bunyi suatu huruf. Sementara itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat perekam untuk merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah, anak-anak ini butuh waktu ekstra untuk mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang mereka temui.

daftar pustaka
http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=150

KESILITAN MENULIS

DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

CIRI-CIRI

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

MEMBANTU ANAK DISGRAFIA

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

daftar pustaka
http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm

KESULITAN dalam BELAJAR MATEMATIKA

DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

CIRI-CIRI

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

CARA PENANGGULANGAN

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah
Atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm

PERANAN ORANG TUA

BAGAIMANA PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBANTU ANAK DENGAN KESULITAN BELAJAR ?

Guru kelas biasanya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk supervisi
bagi setiap murid-muridnya. Di sini pentingnya mengapa anak memerlukan
bimbingan belajar di luar jam sekolah. Ada orang tua yang mencarikan tenaga guru remedial bagi anaknya, namun ada juga yang mengerjakannya sendiri. Dengan demikian orang tua memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar anaknya. Oleh karena itu ada beberapa petunjuk yang perlu diketahui oleh para orang tua ;

o Pilih waktu yang baik untuk belajar
o Pakai buku yang digunakan guru di sekolah
o Ciptakan suasana belajar yang nyaman dan tenang
o Melatih anak untuk mendiskusikan isi suatu buku dengan hanya melihat judul buku/sampulnya sebelum anak mulai membaca
o Melatih anak untuk mengenal angka atau huruf dengan alat peraga
yang dapat diraba dan dengan warna-warna menarik
o Melatih anak untuk mengenal operasionalisasi tanda dalam matematika
dengan memberikan contoh-contoh dari kehidupan sehari-hari
o Hindari komentar yang negatif
o Berikan kesempatan kepada anak bila ingin mencoba menyelesaikan
pekerjaan rumahnya sendiri
o Membantu anak belajar sambil bermain


KESIMPULAN
• Kesulitan belajar merupakan keluhan sering dilontarkan oleh orang
tua.
• Berbagai gangguan psikiatrik seringkali mendasari timbulnya
kesulitan belajar pada anak, seperti retardasi mental, gangguan
tingkah
laku, GPPH dan gangguan depresif, dll
• Anak dengan kesulitan belajar akan mengalami penurunan kualitas
hidup, sehingga berdampak dalam pengembangan sumber daya manusia di kemudian hari.
• Deteksi dini haruslah dilakukan oleh orang tua di rumah, maupun
guru di sekolah.
• Penanganan dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikiater
anak, dokter anak, psikolog dan tenaga pendidik sehingga anak dapat
kembali berprestasi di sekolah dan menjadi sumber daya manusia yang tangguh di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA
oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ
Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

Pemeriksaan yang seharusnya dilakukan

Pemeriksaan terhadap anak dengan kesulitan belajar sebaiknya dilakukan oleh suatu tim kerja terpadu yang meliputi berbagai disiplin ilmu,
seperti ;
1. Dokter anak
2. Psikiater anak
3. Psikolog
4. Orthopaedagog
5. dll

• Wawancara orang tua dan anak
o Riwayat kehamilan
o Riwayat perkembangan fisik dan mental anak
o Riwayat medik anak termasuk fungsi indera penglihatan dan
pendengaran
o Riwayat keluarga dan ada tidaknya perubahan struktur keluarga
o Usia mulai timbulnya kesulitan belajar
o Ada tidaknya masalah kelurga yang dapat memicu timbulnya kesulitan
belajar pada anak
o Apakah ada tanda-tanda pencenderaan pada anak, baik fisik, emosi
atau seksual

• Evaluasi anak oleh
o Dokter anak
Dokter anak merupakan dokter yang sering melakukan skrining awal
adanya kesulitan belajar pada anak. Pemeriksaan fisik dan neurologi lengkap biasanya telah dilakukan, termasuk pemeriksaan mata, pendengaran atau kondisi medik lainnya bila diperlukan
o Psikiater anak
Melakukan pemeriksaan kondisi mental emosional anak. Evaluasi
perasaan anak terhadap ketidakmampuan dalam memenuhi harapan sekolah atau orang tuanya. Observasi bagaimana interaksi anak dengan lingkungannya, harapan dan cita-cita anak. Selain itu, melakukan analisa dan penyimpulan akan adanya gangguan psikiatrik lain yang menyertai kesulitan belajar

o Psikolog
Pemeriksaan oleh psikolog akan memberikan data mengenai sikap anak
dalam menghadapi tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu juga memberikan masukan mengenai fungsi kecerdasan, bakat dan minat anak secara keseluruhan.

o Guru
Informasi mengenai pola perilaku dan prestasi akademik anak di
sekolah, khususnya di dalam kelas merupakan informasi yang penting diketahui. Informasi ini tidak hanya penting dalam menegakkan diagnosis, tetapi juga dalam tindak lanjut dari penanganan yang akan dan telah diberikan kepada anak.

DAMPAK KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar yang terjadi pada seorang anak tidak hanya
berdampak bagi pertumbuhan dan perkembangan anak saja, tetapi juga berdampak dalam kehidupan keluarga dan juga dapat mempengaruhi interaksi anak dengan lingkungannya. Sistim keluarga dapat mengalami disharmoni oleh karena saling menyalahkan di antara ke dua orang tua. Orang tua merasa frustrasi, marah, kecewa, putus asa, merasa bersalah atau menolak, dengan kondisi ini justru membuat anak dengan kesulitan belajar merasa lebih terpojok lagi. Anak dengan kesulitan belajar seringkali menuding dirinya sebagai anak yang bodoh, lambat, berbeda dan keterbelakang. Mereka menjadi tegang, malu, rendah diri dan berperilaku nakal, agresif, impulsif atau bahkan menyendiri/menarik diri untuk menutupi kekurangan pada dirinya. Seringkali mereka tampak sulit berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, dan lebih mudah bagi mereka untuk bergaul dan bermain dengan anak-anak yang mempunyai usia lebih muda dari mereka. Hal ini menandakan terganggunya sistim harga diri anak. Kondisi ini merupakan sinyal bahwa anak membutuhkan pertolongan segera.


APAKAH KESULITAN BELAJAR DAPAT DIATASI ?

Walaupun gangguan yang terjadi pada sebagian otak sudah tidak dapat
diperbaiki lagi, tetapi masih ada bagian otak lain yang masih dapat
dirangsang untuk dapat berfungsi optimal. Oleh karena itu pemberian
terapi haruslah sedini dan seoptimal mungkin, sehingga anak diharapkan dapat mengejar apa yang menjadi kekurangannya selama ini. Penanganan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada hasil pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Tim ini terdiri dari berbagai tenaga profesional ( sudah disebutkan di atas ) yang bekerja pada suatu klinik kesulitan belajar. Dengan demikian orang tua akan memperoleh pelayanan `one stop assessment' yang mempermudah mereka dalam mencari pertolongan untuk anaknya. Penanganan yang diberikan pada anak dengan kesulitan belajar meliputi ;
o Penatalaksanaan di bidang medis
o Penatalaksanaan di bidang pendidikan

• Penatalaksanaan di bidang medis
o Terapi obat
Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau
psikiatrik yang diderita oleh anak, misalnya ;
- Berbagai kondisi depresi dapat diberikan obat gol. Antidepresan
- GPPH diberikan obat gol. Psikostimulansia, misalnya Ritalin

o Terapi perilaku
Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku.
Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika ia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau berperilaku positif tertentu. Di lain pihak, ia akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku negatif. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini maka diharapkan anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah atau di rumah.

o Psikoterapi suportif
Dapat diberikan kepada anak dan keluarganya. Tujuannya ialah untuk
memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha untuk memerangi kesulitan ini.

o Pendekatan psikososial lainnya ialah ;
- Psikoedukasi orang tua dan guru
- Pelatihan keterampilan sosial bagi anak

• Penatalaksanaan di bidang pendidikan
Dalam hal ini terapi yang paling efektif ialah terapi remedial, yaitu
bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan
belajar anak. Guru remedial ini akan menyusun suatu metoda pengajaran
yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar dengan baik dengan tehnik-tehnik pembelajaran tertentu ( sesuai
dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak ) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajar.

DAFTAR PUSTAKA
oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ
Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

Deteksi Dini Kesulitan Belajar..

Tanda dari kesulitan belajar sangat bervariasi, tergantung dari usia anak pada saat itu. Sensitivitas atau kepekaan orang tua dan guru
seringkali sangat membantu dalam deteksi dini. Orang tua atau guru yang melihat adanya kesenjangan yang konsisten antara kemampuan akademik anak dengan kemampuan rata-rata teman sekelasnya atau prestasi anak yang tidak kunjung meningkat walaupun pelajaran tambahan sudah diberikan, haruslah mulai berpikir apa yang sebenarnya terjadi dalam diri sang anak. Apalagi jika disertai oleh beberapa gejala di bawah ini :

o Untuk anak pra-sekolah ;
-Keterlambatan berbicara jika dibandingkan anak seusianya
-Adanya kesulitan dalam pengucapan kata
-Kemampuan penguasaan jumlah kata yang minim
-Seringkali tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk suatu kalimat
-Kesulitan untuk mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari dalam seminggu
-Mengalami kesulitan dalam menghubung-hubungkan kata dalam suatu kalimat
-Kegelisahan yang sangat ekstrim dan mudah teralih perhatiannya
-Kesulitan berinteraksi dengan anak seusianya
-Menunjukkan kesulitan dalam mengikuti suatu petunjuk atau rutinitas tertentu
-Selalu menghindari permainan `puzzles'
-Menghindari pelajaran menggambar atau prakarya tertentu seperti menggunting

o Untuk anak usia sekolah
-Mempunyai kemampuan daya ingat yang buruk
-Selalu membuat kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca, misalnya huruf b dibaca d, huruf m dibaca w, kesalahan transposisi yaitu kata roda dibaca dora
-Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyipengucapannya
-Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran
matematika, misalnya tidak dapat membedakan antara tanda – dengan +, tanda + dengan x, dll
-Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat yang baik
-Sangat aktif, tidak mampu menyelesaikan satu tugas/kegiatan
tertentu secara tuntas
-Impulsif ( bertindak sebelum berpikir )
-Sulit konsentrasi atau perhatiannya mudah teralih
-Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah
-Tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya
-Tidak mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya
-Problem emosional seperti mengasingkan diri, pemurung, mudah tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya
-Menolak bersekolah
-Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu
-Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen
-Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari / waktu

Jika orang tua atau guru menemukan beberapa gejala di atas maka
sebaiknya dilakukan evaluasi oleh tenaga profesional seperti, dokter anak atau psikiater anak atau tenaga profesional lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ
Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

Gangguan-Gangguan yang Berhubungan dengan Timbulnya Kesulitan Belajar

BERBAGAI JENIS GANGGUAN FISIK DAN PSIKIATRIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA KESULITAN BELAJAR PADA ANAK.

I. GANGGUAN FISIK
Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ pendengaran
atau organ penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung
maupun tidak langsung pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan konduksi listrik ( epilepsi ), gangguan metabolic sistemik, dll.
Semua ini dapat yang menyebabkan timbulnya disfungsi otak minimal, yang mungkin bermanifestasi dalam berbagai bentuk gangguan psikiatrik, di antaranya ialah kesulitan belajar.

II. GANGGUAN PSIKIATRIK

-Retardasi Mental
Kondisi ini ditandai oleh tingkat kecerdasan anak yang berada di
bawah rata-rata. Anak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari sebagaimana anak seusianya, seperti mengurus dirinya
sendiri, melakukan pekerjaan rumah atau berinteraksi dengan lingkungannya.

-Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas.
Ciri utama dari gangguan ini adalah kesulitan anak untuk memusatkan
perhatian-nya yang timbul pada lebih dari satu situasi, misalnya di
rumah, di sekolah dan di dalam kendaraan, dll, dapat disertai atau tidak
disertai dengan hiperaktivitas. Gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan fungsi inhibisi perilaku dan kontrol diri. Anak tidak mampu untuk
berkonsentrasi pada satu pekerjaan tertentu, dan merencanakan tujuan dari pekerjaan tersebut. Ia tidak mam u menyusun langkah-langkah dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia akan mengalami kesulitan dalam menyimak pelajaran yang diberikan gurunya, dan akhirnya ia tidak mengerti apa yang diterangkan oleh gurunya itu.

-Gangguan Tingkah Laku
Pada anak yang mengalami gangguan ini seringkali dikatakan sebagai
anak nakal, sulit diatur, suka melawan, sering membolos dan berperilaku
antisosial, dll. Anak dengan Gangguan Tingkah Laku ini seringkali
mempunyai prestasi akademik di bawah taraf yang diperkirakan. Kesulitan belajar yang terjadi dikarenakan anak sering membolos, malas, motivasi belajar yang kurang, kurang disiplin, dll.

-Gangguan Depresi
Seorang anak yang mengalami Gangguan Depresi akan menunjukkan gejala- gejala seperti,
o Perasaan sedih yang berkepanjangan
o Suka menyendiri
o Sering melamun di dalam kelas/di rumah
o Kurang nafsu makan atau makan berlebihan
o Sulit tidur atau tidur berlebihan
o Merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga
o Merasa rendah diri
o Sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
o Merasa putus asa
o Gairah belajar berkurang
o Tidak ada inisiatif, hipo/hiperaktivitas

Anak dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,
inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, dengan demikian akan
menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak
menurun hari demi hari.

JENIS KESULITAN BELAJAR

Kesulitan belajar bukanlah suatu diagnosis tunggal semata-mata,
melainkan terdiri dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai macam gejala, penyebab, pengobatan dan perjalanan penyakit. Tidak semua problem belajar merupakan suatu kesulitan belajar. Ada anak yang menunjukkan perkembangan suatu keahlian tertentu lebih lambat daripada anak lain seusianya dan sebaliknya, tetapi masih dalam batas kewajaran. Untuk menentukan apakah seorang anak mengalami kesulitan belajar tertentu atau tidak digunakan pedoman yang diambil dari Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM - IV ).

Ada 2 kelompok besar kesulitan belajar, yaitu ;

1. Gangguan Perkembangan Wicara & Berbahasa
Problem wicara & bahasa seringkali merupakan indikator awal adanya
kesulitan belajar pada seorang anak. Gangguan berbahasa pada anak
usia balita berupa keterlambatan komunikasi baik verbal ( berbicara )
maupun non-verbal. Secara umum dapat dikatakan bahwa bila anak berusia 2 tahun belum dapat mengatakan kalimat 2 kata yang berarti, maka anak mengalami keterlambatan perkembangan wicara-bahasa.
Anak dengan Gangguan Perkembangan Wicara & Bahasa dapat mengalami kesulitan untuk ;
• Memproduksi suara huruf/kata tertentu
• Menggunakan bahasa verbal/tutur dalam berkomunikasi, tetapi
pemahaman bahasanya baik. Orang tua sering kali berkata " anak saya
mengerti apa yang saya ucapkan, tetapi belum bias berbicara ".
• Memahami bahasa verbal yang dikemukakan oleh orang lain,
walaupun kemampuan pendengarannya baik. Anak hanya dapat meniru kata- kata tanpa mengerti artinya ( membeo ).

2. Gangguan Kemampuan Akademik ( Academic Skills Disorders )
Ada 3 jenis Gangguan Kemampuan Akademik ;

o Gangguan Membaca
Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di bidang lainnya. Proses membaca ini merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan ke dua belahan otak. Persentasi dari Gangguan Membaca ini dikatakan sebesar 2- 8 % dari anak usia sekolah.

Anak yang mengalami Gangguan Membaca menunjukkan adanya ;
i. Inakurasi dalam membaca, seperti ;
§ Membaca lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak
seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur
§ Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara
kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dll
§ Kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau
dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dll
§ Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frasa
ii. Pemahaman yang buruk dalam membaca, dalam arti anak tidak
mengerti
isi cerita/teks yang dibacanya.

o Gangguan Menulis Ekspresif

Kondis ini ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk membuat suatu
komposisi tulisan dalam bentuk teks, dan keadaan ini tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan anak seusianya. Gejala utamanya ialah adanya kesalahan dalam mengeja kata-kata, kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca, paragraph dan tulisan tangan yang sangat buruk. Selain itu, mereka juga mengalami kemiskinan tema dalam karangannya.

• Gangguan Berhitung

Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak. Gejala yang ditampilkan di antaranya ialah;
§ Kesulitan dalam mempelajari nama-nama angka
§ Kesulitan dalam mengikuti alur suatu hitungan
§ Kesulitan dengan pengertian konsep kombinasi dan separasi
§ Inakurasi dalam komputasi
§ Selalu membuat kesalahan hitungan yang sama

DAFTAR PUSTAKA
oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ
Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

SELUK BELUK KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

PENDAHULUAN

Bayangkan betapa menderitanya seorang anak jika ia tidak mampu untuk
mengemukakan atau mengkomunikasikan segala keinginannya atau ia tidak mampu memusatkan perhatiannya untuk belajar. Kondisi ini akan membuat anak mengalami kesulitan di dalam kelas dan mungkin tertinggal dalam satu atau beberapa mata pelajaran tertentu. Tidak hanya anak yang merasa tertekan, orang tuanyapun mungkin akan merasakan kebingungan atas problematika yang dihadapi oleh sang anak.
Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam
membentuk sumber daya manusia yang tangguh. Sejak bayi dilahirkan, ia sudah mulai dengan proses belajarnya yang pertama yaitu, belajar untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dunia. Hal ini akan berjalan terus sampai anak masuk sekolah dan proses pembelajaran formal mulai diterapkan pada dirinya. Pada saat ini, seorang anak perlu dirangsang untuk mengembangkan rasa cinta akan belajar, kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik dan rasa diri sebagai pelajar yang sukses. Namun demikian, proses pembelajaran tidak selalu berjalan mulus hanya dengan faktor di atas. Kesulitan/Gangguan belajar ( Learning Disorders ) merupakan suatu kesulitan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelengensi seorang anak dengan kemampuan akademik yang seharusnya sudah dapat dicapai oleh anak seusianya. Hal ini merupakan masalah, baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena, gangguan /kesulitan belajar yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosional/psikiatrik yang akan berdampak lebih buruk lagi bagi perkembangan kualitas hidup anak dikemudian hari. Dengan demikian kepekaan orang tua dan guru kelas sangatlah membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar, sehingga anak dapat memperoleh penanganan sedini dan seoptimal mungkin dari tenaga professional sebelum semuanya menjadi terlambat.

BERAPA SERING ANGKA KEJADIAN KESULITAN BELAJAR ?

Pada tahun 1997, dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
dikatakan bahwa 1,8 % dari anak usia sekolah mengalami kesulitan
belajar, dengan kesulitan membaca sebagai kesulitan belajar utama. 20 % dari anak yang di diagnosis kesulitan belajar tersebut dikatakan mengalami
defisit neurologis yang bervariasi dari ringan sampai berat sehingga membuat mereka menjadi sulit untuk menulis dan membaca.
Di Indonesia pada tahun 1996 Pusbang Kurrandik ( Pusat Pengembangan
Kurikulum dan Sarana Pendidikan ) Balitbang Dikbud melakukan penelitian
terhadap 4994 siswa sekolah dasar kelas I – VI di provinsi Jabar, Lampung,
Kalbar dan Jatim, mendapatkan hasil bahwa 696 dari siswa SD( 13,94 % )
tersebut mengalami kesulitan belajar umum, dan 479 di antaranya mengalami kesulitan membaca ( disleksia ). Hal ini memberikan gambaran bahwa kesulitan belajar di kalangan siswa SD perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, baik dari dunia pendidikan, medik, psikologik,
orang tua dan pihak lainnya yang terkait, karena tahap sekolah dasar merupakan tahap preliminer dalam mencapai tahap pendidikan ke jenjang berikutnya.

APA TUJUAN DAN KEBUTUHAN PROSES BELAJAR ?

Proses belajar pada anak mempunyai beberapa tujuan, diantaranya
ialah ;
1.Untuk dapat maju ke fase perkembangan selanjutnya
2.Agar anak mempunyai keterampilan-keterampilan yang baru yang
berguna bagi perkembangan dirinya
3.Agar anak dapat mengerti peranan sosial yang harus dijalankannya, serta mampu mengerti peranan orang lain dalam konteks sosialnya.

Dengan demikian proses belajar merupakan suatu proses seumur hidup
yang kompleks dan merupakan bagian dari proses tumbuh kembang seorang anak. Aspek perkembangan yang banyak berperan dalam dalam proses belajar ialah perkembangan kognitif.

Ada tiga faktor yang dibutuhkan dalam perkembangan kognitif /proses
belajar yang optimal, yaitu
1.Kematangan dan keutuhan dari struktur organ-organ seseorang,
termasuk otak, alat persepsi,sistim motorik, serta faktor genetik.
2. Stimulasi atau rangsangan yang optimal dan berkesinambungan dari
lingkungan. Sikap , respon dan dorongan dari orang tua sangatlah berpengaruh dalam proses belajar seorang anak. Sikap menghargai
setiap rasa keingintahuan anak merupakan awal dan dasar yang kuat bagi proses belajar sang anak selanjutnya. Di lain pihak, sekolah yang merupakan tempat anak menempa ilmu secara formal juga ikut berperan. Bangunan fisik sekolah, guru, relasi guru dengan anak, dan relasi anak dengan teman sebayanya, serta kurikulum yang dijalankan sekolah juga merupakan hal yang krusial dalam tercapainya perkembangan kognitif yang optimal
3. Peran aktif anak yang bersangkutan untuk mengolah setiap asupan
yang diterima dari lingkungannya. Dengan kata lain, motivasi dan
minat belajar yang tinggi pada seorang anak akan mendorong dirinya menuju ke arah perkembangan kognitif yang baik.

Oleh karena itu, proses belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
yang ada di dalam diri anak saja, tetapi juga oleh faktor-faktor eksternal
lainnya. Dengan demikian, adanya gangguan atau hambatan pada ke tiga factor di atas dapat menimbulkan berbagai jenis kesulitan belajar pada anak.

DAFTAR PUSTAKA
oleh dr. Tjhin Wiguna, SpKJ
Psikiater Anak, Klinik Anakku Green Ville
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

Tipe-tipe Gangguan Belajar Pada Anak

Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks

Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
Perspektif Teoritis
Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.

Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats,1988):

1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.

2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar, atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”

3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.

4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).

5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.

6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.

DAFTAR PUSTAKA http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html

Sabtu, 17 April 2010

Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar

Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.

Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).

Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).

Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.

Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.

Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.

Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.

Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.

Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.

Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.

Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.

Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.

Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849

INTERVENSI DINI GANGGUAN BELAJAR

Pendahuluan
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya. Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar). Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya. Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10-11 tahun. Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri (plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden age/usia emas. Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini slap dipraktekkan. Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya. Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21.
Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain. Obat-obatan yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen, lithium. Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin. Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk. Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan, panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, deficit intelektual. Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi.
Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
- Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
- Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku. Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stress atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
• Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
• Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik maupun mental. Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
a) Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental,
yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
i) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna
ii) Perilaku adaptif terganggu
iii) Timbul sebelum usia 18 tahun
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini, cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain. Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.
b). Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata. Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini. Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness). Kemampuan untuk belajar menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan untuk siap belajar. Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh lingkungannya.
Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar, ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak. Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar. Perlu penanganan terpadu bila telah timbul gangguan emosi dan perilaku.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif. Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru. Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau menghambat gairah belajar. Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua. Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. menyebabkan anak tidak mampu berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan melakukan pendekatan individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan pengasuhan anaknya, kondisi ini biasanya rnemicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak. Bentuk terapi keluarga sangat dibutuhkan di sini, sehingga interaksi antar anggota keluarga akan berjalan sesuai fungsinya kembali, disamping terapi individual untuk anak.
Secara umum telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa pola pengasuhan yang paling efektif adalah yang:
- Konsisten
- Memberikan penghargaan (reward) untuk perilaku yang baik
- Memberikan hukuman (punishment) untuk perilaku yang tidak diinginkan, dan diberikan dalam suatu lingkungan yang hangat dan penuh cinta kasih.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (5°6)
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsive yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu, jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.
8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah. Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih dominan. Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus, sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.

DAFTAR PUSTAKA
http://darmosusianto.blogspot.com/2007/08/grafik-persamaan-kuadrat.html

GANGGUAN BELAJAR

 DEFINISI GANGGUAN BELAJAR
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
 PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang.

Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.

Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
 GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi.

Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

 DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis.

Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
 PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

Daftar pustaka
http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html