Rabu, 24 Maret 2010

Reverensi dari penulisan

KARAKTERISTIK ANAK AUTISME
PENYEBAB AUTISME
PENGERTIAN ANAK KHUSUS

Ketiga judul diatas penulis mengambil data dari buku dibawah ini:

DAFTAR PUSTAKA
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Jakarta. Alfabeta.

Selasa, 16 Maret 2010

INTRVENSI DINI ANAK AUTIS

Intervensi Dini Anak Autisme
Saragi (dalam Hadis, 2006) menyatakan dua hal pokok yang berkenaan dengan intervensi dini bagi anak autisme, yaitu deteksi awal dan intervensi dini itu sendiri.
a. Deteksi Dini
Gejala autisme biasanya dapat dilacak pada bayi yang berumur 30 bulan atau sebelum berumur 2,5 tahun. Pada kasus autisme infantile, pada anak usia 4 bulan, perilaku anak yang autistik sudah berbeda dengan perilaku anak pada umumnya. Anak autisme dapat dideteksi oleh ibunya dengan melihat perilaku aneh anak yang muncul pada awal pertama anak itu dilahirkan.
b. Penanganan Dini Anak Autistik
Usia antara 2-5 tahun adalah usia yang sangat ideal untuk memulai menangani anak autisme. Prinsip penanganan sendiri mungkin lebih baik daripada intervensi yang terlambat. Penanganan secara dini terhadap perkembangan anak yang mengalami gangguan sangat mengguntungkan, karena anatomi otak anak usia tiga tahun masih bersifat plastik sehingga masih dapat dikembangkan. Diagnosa lain yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam upaya memberikan penanganan dini, ialah dengan membandingkan perilaku anaknya dengan anak tetangga yang sebaya usia. Jika orang tua menemukan gejala seperti itu, maka sebaiknya orang tua konsultasi lebih dini dengan ahli yang terkait.

DAFTAR PUSTAKA
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Jakarta. Alfabeta.

MENGIDENTIFIKASI AUTISME SECARA DINI

Untuk mengidentifikasi anak autisme secara dini, dapat digunakan skala penilaian. Berbagai skala dan kuesioner telah dikembangkan. Berbagai skala ini dapat berguna untuk membantu skrining, diagnosis serta menentukan derajat autisme. Beberapa contoh skala tersebut, misalnya CARS (Childhood Autism Rating Scale), yaitu skala penilaian autisme anak-anak, GARS (Gilliam Autism Rating Scale), CHAT, Psycho-Educational Profile dan lain-lain. selain menggunakan skala tersebut, juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain. Diagnosis autisme dapat ditegakkan secara observasi.
Pemeriksaan penunjang yang lain hanya dapat dilakukan atas indikasi, misalnya: pemeriksaan pendengaran dengan BERA atau uji lain, pencitraan dengan MRI atau CT Scan, SPECT dan PET, semuanya masih merupakan riset dan bukan dilakukan secara rutin, penggunaan EEG bila dicurigai ada hubungan dengan sindrom Landau Kleffner dan epilepsy, pemeriksaan keracunan timah hitam dan zat lain, pemeriksaan metabolic mungkin hanya menunjukkan kelainan pada sebagian kecil kasus, pemeriksaan genetic sedang dilakukan di berbagai pusat penelitian, dan diberbagai pemeriksaan lain yang masih controversial, misalnya analisis rambut, antibody Anti Myelin Basic Protein, Alergi, analisis tinja, jamur, tiroid, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Jakarta. Alfabeta.

GRUP ANAK AUTIS

KLASIFIKASI ANAK AUTISTIK

Klasifikasi menurut tipe interaksi sosial, yaitu anak autistik dikelompokkan berdasarkan kemampuan interaksi sosial. Wing dan Gould (dalam Hadis, 2006) mengklasifikasikan anak autisme menjadi tiga kelompok yaitu Grup aloof, Grup pasif, dan Grup aktif tetapi aneh.
1. Grup Aloof merupakan ciri yang klasik dan banyak diketahui orang, dan ini sangat sesuai dengan deskripsi autisme infantil klasik oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Ciri-ciri yang biasa di timbulkan adalah:
- Anak autistik kelompok ini sangat menutup diri untuk berinteraksi dengan orang lain
- Menghindari kontak fisik dan sosial
- Kadang anak autistik masih dapat mendekati orang lain untuk keperluan makan, atau duduk di pangkuan orang lain sejenak.
- Keengganan berinteraksi lebih nyata terhadap anak yang sebaya dibandingkan interaksi terhadap orang tuanya
- Jika mendengar suara yang disukainya, maka anak autistik tersebut akan bereaksi dengan cepat
- Dalam grup ini anak autistik sulit meniru suatu gerakan yang bermakna
- Anak senang melakukan gerakan secara berulang dan stereotipik sampai berjam-jam
- Tidak peduli dengan aktivitas lain di sekitarnya
- Perilaku buruk lainnya sering terlihat pada anak autistik pada grup aloof adalah berperilaku agresif (menyerang atau memaksa), destruktif (merusak), tidak bisa diam, menjerit, lari dan sebagainya.

2. Grup Pasif, grup atau kelompok anak jenis ini tidak berinteraksi dengan spontan, tetapi tidak menolak usaha interaksi dari pihak lain, bahkan kadang-kadang menunjukkan rasa senang. Ciri-cirinya:
- Jenis kelompok ini, dapat diajak bermain bersama, tetapi tetap pasif
- Anak ini dapat meniru bermain, tetapi tanpa imajinasi, berulang dan terbatas
- Kemampuan visual spatial lebih baik dibandingkan verbal, tetapi kadang-kadang ada gangguan koordinasi

3. Grup Aktif Tetapi Aneh, pada kelompok ini anak autistik dapat mendekati orang lain. Ciri-cirinya adalah:
- Kemampuan bicaranya seringkali lebih baik jika dibandingkan kedua grup lainnya.
- Mimik anak ini terbatas dan kontak mata dengan orang lain tidak sesuai, kadang bahkan terlalu lama
- Cara bermainnya berulang, stereotipik, tetapi seolah-olah ada imajinasi
- Lebih sering senang dengan computer atau menonton televisi

DAFTAR PUSTAKA
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Jakarta. Alfabeta.

TERAPI PADA ANAK AUTIS

Si Boy (5 tahun) anak dengan ADHD mengalami problem dengan kekuatan otot tubuh yaitu
otot-otot tubuh lemah sehingga keseimbangan tubuh lemah dan berjalan sering jatuh. Disamping
itu ketika diajak jalan-jalan di mall Boy sering minta gendong karena mudah capai.
Konsekuensinya Boy juga mengalami kesulitan untuk mengerjakan aktivitas akademik berupa
menggunting, menempel, mewarnai serta menulis. Hasil tulisan yang dihasilkan acak-acakan
karena spasi dan bentuk huruf belum konsisten. Rentang atensi selama aktivitas hanya 3 menit
dan Boy suka meninggalkan tempat duduk ketika di kelas. Di luar kelas Boy suka lari-lari tanpa
tujuan. Boy juga takut pada ketinggian seperti naik tangga, lift dan eskalator sehingga Boy tidak
suka bergerak dan lebih banyak malas-malasan. Boy juga mudah tantrum ketika ia mengerjakan
aktivitas yang sulit dan sering menghindar dengan cara minta pipis ke kamar mandi.
Oleh dokter, Boy di rujuk ke OT agar anak menjadi lebih baik dibidang akademik dan
perilakunya. Setelah dilakukan pemeriksaan OT ternyata Boy mengalami kelemahan otot-otot
tubuh terutama otot-otot tubuh bagian belakang sehingga koordinasi motorik dan keseimbangan
tubuh lemah, terdapat gangguan atensi konsentrasi, hiperaktif dan impulsifitas, gangguan
gravitational insecurity (takut akan ketinggian), tantrum dan motorik halus. Oleh okupasi terapis
yang menangani Boy diberikan aktivitas Sensory Integration berupa aktivitas perencanaan gerak
motorik pada lantai seperti merayap seperti binatang, merangkak, perosotan dan aktivitas dengan
bola Gymnastic. Terapis secara bertahap meningkatkan keberanian Boy pada aktivitas melawan
gravitasi dari bola Gymnastic ke ayunan secara bertahap. Disamping itu terapis juga bekerja
untuk meningkatkan ketrampilan motorik halus dengan memberikan aktivitas motorik halus
dengan media multisensori dan ketrampilan motorik tangan dengan mainan aktivitas
kontruksional yang memiliki komponen gerakan melepas, memasang, memutar, mencabut,
menyusun, dll. OT juga bekerja untuk mengelola perilaku Boy dengan modifikasi perilaku
(behavior modification).
Setelah dilakukan terapi okupasi selama 18 kali sesi Boy mulai menunjukkan hal-hal yang cukup
menggembirakan. Kekuatan otot tubuh Boy semakin kuat dan ketika berjalan Ia mulai jarang
jatuh. Pada waktu diajak berjalan-jalan di mall Boy tidak lagi minta gendong pada Ayahnya.
Hasil tulisan boy masih besar-besar tetapi tulisan sudah mulai rapi. Sementara itu Boy sudah
jarang lagi bangkit dari tempat duduknya. Itulah sekilas tentang apa yang dikerjakan OT pada
anak dengan kasus ADHD. Orang tua Boy yang semula pesimis terhadap manfaat OT setelah
melihat hasil terapi, kini mulai memahami bahwa program OT sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan Boy.
Banyak orang yang belum mengetahui bahwa terapis okupasi atau dalam bahasa Inggrisnya
Occupational Therapy (OT) dapat membantu banyak hal pada anak dengan kebutuhan khusus
(children with special needs). Bagi orang awam profesi OT memang agak abstrak dan sulit
dijelaskan dibanding profesi perawat atau bidan dimana tanpa diceritakan orang sudah tahu apa
yang dikerjakan perawat atau bidan. Menjelaskan OT baru agak jelas bila disertai gambar atau
film. Pada umumnya orang mengetahui tugas Ot adalah memberikan aktivitas motorik halus
2
padahal area yang dikerjakan OT sangat luas dan sekarang untuk OT di negara maju seperti
Amerika dan Canada sudah menjurus pada bidang sub spesialis pada area tertentu misalnya
khusus pada bidang sensory integration, memory training, social skills training, dll. Secara
umum OT adalah salah satu profesi kesehatan yang membantu individu dengan gangguan fisik,
mental dan atau sosial dengan menggunakan berbagai macam aktivitas terapeutik yang telah
diprogram dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak untuk meningkatkan
performa anak dalam hal aktivitas yang bersifat produktif baik di rumah maupun di sekolah
seperti ketrampilan menulis, membaca, dll, aktivitas bantu diri (self care) seperti mandi,
berpakaian, makan, minum, memakai sepatu, dll serta meningkatkan kemampuan bermain (play
and leisure) dan interaksi sosial.
Pengertian aktivitas yang bersifat terapeutik adalah aktivitas yang memang telah dianalisis secara
mendalam sehingga memiliki dampak terapeutik untuk meningkatkan performa anak dalam 3
area intervensi diatas yaitu area produktivitas (productivity), ketrampilan bantu diri/merawat
dirinya sendiri (self care) dan aktivitas rekreasi anak yaitu bermain. Ketiga area tersebut adalah
domain yang sangat esensial bagi anak untuk dapat berpartisipasi secara optimal dalam aktivitas
kesehariannya baik di rumah, sekolah dan di masyarakat.
Pada umumnya Terapis Okupasi (occupatinal therapist) menggunakan aktivitas okupasi anak
untuk meningkatkan ketrampilan yang diperlukan sebagai fondasi untuk mengembangkan
ketrampilan yang diperlukan agar anak mampu melakukan aktivitas fungsional di rumah, sekolah
dan masyarakat sehingga kelak menjadi anak yang mampu mandiri. Beberapa ketrampilan yang
perlu dikembangkan antara lain: ketrampilan regulasi dan kontrol diri anak agar mampu
berpartisipasi pada aktivitas yang diberikan, peningkatan ketrampilan untuk membedakan input
dan mengintegrasikan input sensori yang masuk, mengembangakan ketrampilan motorik kasar
dan halus serta koordinasi gerak, mengembangkan ketrampilan komunikasi dan interaksi sosial,
meningkatkan ketrampilan kognitif dan persepsi, meningkatkan ketrampilan bantu diri, dan
mengembangkan konsep diri agar anak bisa mengontrol dan memimpindirinya sendiri.
Pada umumnya sebelum diberikan terapi anak harus menjalani serangkaian proses pemeriksaan
semua komponen baik fisik, sensori, kognitif, perilaku, koordinasi gerak, level kemandirian, dll.
Setelah itu baru diberikan terapi sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah otu baru kemudian
terapis melakukan konsultasi dan koordinasi baik dengan orang tua, profesi lain yang menangani
dan pihak sekolah jika anak sudah masuk sekolah. Secara umum OT dapat memberikan
treatment pada kondisi seperti adanya gangguan neurologis seperti Cerebral Palcy, disabilitas
fisik seperti Spina Bifida, Gangguan tumbuh kembang, Gangguan/Kesulitan Belajar (Learning
Disability), Gangguan Mental/ Perilaku, kondisi ortopedi dan anak-anak dengan Autistik
Spectrum Disorder. Secara umum OT bisa bekerja secara mandiri maupun berkolaborasi dengan
profesi yang lain untuk meningkatkan performa anak pada semua bidang agar anak mampu
mandiri dan berpartisipasi di masyarakat. Info tentang occupational therapy dapat diakses
melalui organisasi OT sedunia atau World Federation of Occupational Therapists.


Terapi Okupasi (Occupational Therapy) pada Anak dengan Kebutuhan Khusus
Oleh Tri Budi Santoso, MSc.OT
Konsultan pada Anak dengan kebutuhan khusus
Email: budi.ot@gmail.com

PENCEGAHAN SEJAK USIA BAYI

PENCEGAHAN SEJAK USIA BAYI

Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda gangguan perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukanl

Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi : sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.

Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus diamati tanda dan gejala autism secara cermat sejak dini.

Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan.

Pada bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.

Bila didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah pada gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini.

Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya.

Bayi yang mengalami gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG), amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan, pertentangan, emosi dan kekerasan.

Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita minimalkan bahkan kalau perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari penyebab kelainan tersebut.

Demikan pula gangguan alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab gangguan alergi atau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita harus menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup berat, bukan untuk selamanya.

Oleh:
Dr Widodo Judarwanto SpA
telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005
email : wido25@hotmail.com
htpp://www.alergianak.bravehost.com

Senin, 15 Maret 2010

Faktor penyebab Anak Autis

FAKTOR RESIKO

Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.


PERIODE KEHAMILAN

Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.

Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena placental complications, diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.

Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa autism. Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak autism.


PERIODE PERSALINAN

Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.

Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).


PERIODE USIA BAYI

Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.


PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena teori penyebab dan faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis.

Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat kehamilan, persalinan dan periode usia anak.


Oleh:
Dr Widodo Judarwanto SpA
telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005
email : wido25@hotmail.com
htpp://www.alergianak.bravehost.com

ciri-ciri anak autis

Mengenali ciri-ciri anak autis sejak dini.

Autisme disebut juga sindroma Keanner dikarenakan pada tahun 1938 dr. Leo Keanner (seorang Dokter Spesialis Penyakit Jiwa) melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan mengobati pasien dengan sindroma autisme yang dia sebut Infantile Autisme. Sehingga untuk menhormatinya maka sindroma autisme disebutlah sindroma Keanner.

Frekuensi kejadian autisme di Negara maju seperti Amerika adalah 2/10.000. angka inipun diperoleh melalui cara diagnosa konvensional dan diperkirakan bias sampai 5-6/10.000 penduduk, bila menggunakan cara diagnosa sekarang.

Autisme bukan satu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan social, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan persuasif).

Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berprilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya usia 2-3 tahun. Autisme bias mengenai siapa saja, baik sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa, dan semua etnis.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama, antara lain :

- Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya.

- Tidak bias bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya.

- Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal (penyakit kelainan mental pada anak = autistic-children).

- Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang dan tidak padan.

Apa saja gejala2 Autis yang harus di waspadai oleh orang tua? Dalam kegiatan sehari-hari, gejala Autis dapat terlihat jika anak seringkali:

- Tidak bereaksi, atau seakan tidak mendengar saat dipanggil namanya.

- Cenderung main sendiri.

- Membeo (mengulang) kata yang anda ucapkan.

- Menggunakan gerakan untuk menunjukan keinginannya, misalnya menggandeng tangan ayah/ibu untuk mengambilkan gelas untuk minum.

- Tidak suka dipeluk/disentuh.

- Kurang/tidak melakukan kontak mata (menatap wajah) orang yang mengajak bicara.

- Kegiatan rutin sulit diubah serta memerlukan jadwal kegiatan yang konsisiten dan rutin (cenderung kaku).

- Tertarik pada bagian dari mainan dan bukan mainan itu sendiri.

- Kurang menjaga keselamatan diri dan tidak menyadari adanya bahaya (main pisau, silet, api dllnya).

- Sangat sensitif terhadap rangsang pancaindra, baik pendengaran, penciuman, rasa dll (tidak tahan bunyi keras,kain yang kasar, tidak suka rasa asam dsb).

- Keterlambatan bicara, misalnya tidak mengucapkan kata2 hingga usia 2 tahun atau hilang kemampuan bicara.

- Sangat obsesif terhadap benda tertentu, misalnya : sarung bantal yang harus dibawa kemanapun pergi.

- Melakukan gerakan-gerakan khas yang sifatnya berulang, misalnya, mengepak-epakkan tangan seperti burung, menjentikkan jemari di depan mata, berputar-putar dll.

- Kesulitan dalam mengekspresikan emosi, misalnya marah-marah dan mengamuk tanpa sebab(tantrum), tertawa sendiri atau mengelamun dan sibuk di dunianya sendiri.

Dan berikut ini gejala anak Autisme ini berdasarkan usia:

Usia 0 – 6 bulan. Apabila anak anda terlalu tenang dan jarang menangis, terlalu sensitif, gerakan tangan dan kaki yang terlalu berlebihan terutama pada saat mandi. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum yang secara sosial, dan digendongakan mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan.

Usia 6 – 12 bulan. Kalau digendong kaku atu tegang dan tidak berenterasi atau tidak tertarik pada maianan atu tidak beraksi terhadap suara atau kata. Dan selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama. Itu akibat terlambat dalam perkembangan motorik halus dan kasar.

Usia 2 - 3 tahun. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak-anak lain dan kontak mata tidak nyambung dan tidak pernah focus. juga kaku terhadap orang lain dan masih senang digendong dan malas mengerakan tubuhnya.

Usia 4 – 5 tahun. Sukanya anak ini berteriak-teriak dan suka membeo atau menirukan suara orang dan mengeluarkan suara-suara aneh. Dan gampang marag atau emosi apabila rutinitasnya diganggu dan kemauanya tidak dituruti dan agresif dam mudah menyakiti diri sendiri.

Jika ada anak, saudara, kerabat atau kenalan anda yang mempunyai anak dengan gejala-gejala diatas sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater karena seorang anak yang menderita Autisme lebih cepat diterapi lebih baik.

Daftar pustaka

Autisme. Suatu gangguan jiwa pada Anak-anak. Dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH. Cet. 1; Jakarta, Pustaka Populer Obor, 2007

http://www.enformasi.com/2008/05/ciri-iri-anak-autisme-menurut-usia.html

http://gayatri-autisme.com/gejala-autis.html

KARAKTERISTIK ANAK AUTISME

Ada enam jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autisme, yaitu masalah komunikasi, interaksi social, gangguan sensoris, gangguan pola bermain, gangguan perilaku, dan gangguan emosi. Masing-masing gangguan ini dideskripsikan sebagai berikut:
1. Masalah atau Gangguan di Bidang Komunikasi, dengan karakteristik yang nampak pada anak autistic berupa:
a. Perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (echolalia).
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
2. Masalah atau Gangguan di Bidang Interaksi Sosial, dengan karakteristik berupa:
a. Anak autistic lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah atau Gangguan di Bidang Sensoris, dengan karakteristik berupa:
a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
c. Anak autistik senang mencium-cium, menjilat mainan tau benda-benda yang ada di sekitarnya
d. Tidak peka terhadap rasa sakit atau takut

4. Masalah atau Gangguan di Bidang Pola Bermain, dengan karakteristik berupa:
a. Anak autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
b. Anak autistik tidak suka bermain dengananak atau teman sebayanya
c. Anak autistik tidak memiliki kreatifitas dan tidak memiliki imajinasi
d. Anak autistik tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar
e. Anak autistik senang terhadap benda-benda yang berputar
5. Masalah atau Gangguan di Bidang Pola Bermain, dengan karakteristik berupa:
a. Anak autistik dapay berperilaku berperilaku berlebihan atau terlalu aktif dan berperilaku berkurangan
b. Anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakkan tanga seperti burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan dan
d. Anak autistik duduk benggong, dengan tatapn kosong
6. Masalah atau Gangguan di Bidang Emosi, dengan karakteristik berupa:
a. Anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan mengangis tanpa alas an
b. Anak autistik dapat mengamuk
c. Anak autistik kadang agresif dan merusak
d. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri

PENYEBAB AUTISME

1. Penyebab Autisme diduga dapat disebabkan oleh:
a. Rubella
b. Toxo
c. Herpes
d. Jamur
e. Nutrisi yang buruk
f. Pendarahan, dan
g. Keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Efek virus dan keracunan tersebut dapat berlangsung terus setelah anak lahir dan terus merusak pembentukan sel otak, sehingga anak kelihatan tidak memperoleh kemajuan dan gejala makin parah. Gangguan metabolism, pendengaran, dan penglihatan, juga diperkirakaan dapat terjadi penyebab lahirnya anak autisme.
Widyawati (2002) mengemukakan bahwa ada berbagai macam teori tentang penyebab autisme, yaitu teori psikososial, teori biologis, dan teori imunologi. Teori biologi menjelaskan bahwa ada hubungan yang erat antara retardasi mental (75-80%) dengan gangguan autisme, perbandingan gejala autisme pada laki dan perempuan 4:1, dan adanya beberapa kondisi medis dan genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan autisme.
Faktor keturunan atau genetic juga berperan dalam perkembangan autisme. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar. Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89% dan pada anak kembar dua telur = 0%. Penelitian dalam keluarga ditemukan 2,5-3% autisme pada saudara kandung, yang berarti 50-100 kali lebih tinggi disbanding pada populasi normal. Penelitian yang terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota keluarga dari anak autistic, berupa peningkatan insiden gangguan afektif dan anxietas dan juga peningkatan gangguan dalam fungsi social.
Selain itu, juga ditemukan adanya hubungan antara autisme dengan sindrom fragile-X, yaitu suatu keadaan abnormal dari kromosom X. Pada sindrom ini ditemukan kumpulan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampai yang berat, kesulitan belajar tingkat5 ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk, fisik yang abnormal yang terjadi pada laki-laki dewasa sekitar 80%, serangan kejang, dan hiper-refleksi. Gangguan perilaku, juga sering tampak seperti hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsive (pemaksaan kehendak), perilaku cemas. Gangguanperilaku lainnya dapat berupa tidak mau bertukar pandang, stereotip, pengulangan kata-kata, perhatian dan minat anak autistic hanya terfokus kepada suatu benda atau objek tertentu.
Komplikasi prenatal, perinatal dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak autistic. Komplikasi yang sering terjadi ialah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan adanya kotoran janin pada cairan amnion yang merupakan tanda bahaya dari janin. Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung juga diduga dapat menyebabkan timbulnya gangguan autisme. Komplikasi gejala saat bersalin berupa bayi terlambat menangis, bayi mengalami gangguan pernafasan, bayi mengalami kekurangan darah, juga diduga dapat menimbulkan gejala autisme.

PENGERTIAN ANAK KHUSUS

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus secara umum dikenal oleh masyarakat sebagai anak luar biasa. Kata luar biasa juga merupakan julukan atau sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak dialami oleh orang normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka yang disebut luar biasa dapat berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial dan moral.

Kelainan dari segi fisik dapat berupa kecacatan fisik, misalnya orang tidak memiliki kaki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. Kelainan dari segi psikis atau aspek kejiwaan, misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental akibat dari intelegensi yang dimiliki di bawah normal. Kelainan dari segi sosial, misalnya orang yang tidak dapat melakukan interaksi dan komunikasi sosial, sehingga mereka tidak dapat diterima secara sosial oleh masyarakat sekitarnya yang menyebabkan mereka kurang pergaulan dan merasa rendah diri yang berlebihan, dan kelainan dari segi moral dapat berupa ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dan hati nuraninya sehingga orang tersebut berbuat amoral di tengah masyarakatnya. Contoh golongan orang yang menderita kelainan moral ialah mereka yang menyandang sebagai anak yang tunalaras.

Anak berkebutuhan khusus (dulu disebut sebgai anak luar biasa) didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman, 1986). Anak luar biasa, juga dapat didefinisikan sebagai anak yang berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.

Jenis-jenis layanan tersebut diberikan secara khusus kepada anak yang berkebutuhan khusus oleh pihak yang berkompeten pada setiap jenis layanan ini. Adapun yang termasuk pihak-pihak yang berkompeten dalam memberikan layanan pendidikan, sosial, bimbingan konseling, dan jenis layanan lainnya ialah para para pendidik yang berijazah Pendidikan Luar Biasa, pekerja sosial, konselor atau petugas bimbingan konseling, dan ahli lain yang relevan dengan jenis layanan yang diberikan kepada anak luar biasa.