Kamis, 03 Juni 2010

Functional Comunication

Berangkat dari anak yang sudah berumur 5 tahun, tapi belom bisa bicara apalagi komunikasi, saya ingin coba sharing sedikit tentang "gangguan komunikasi" yang umumnya dialami oleh anak penyandang autisme.

Gangguan komunikasi pada anak penyandang autisme, bisa dibedakan menjadi dua bagian: gangguan komunikasi verbal dan non verbal. Gangguan komunikasi verbal dimana anak bisa bicara tapi bicara tidak digunakan untuk komunikasi. Contohnya, membeo, ekolali, dan berbicara dalam situasi yang salah. Sebaliknya, gangguan komunikasi non verbal nampak dari hal-hal sederhana seperti eye contact minim, tidah memahami bahasa tubuh, sampai dengan terlambat bicara atau sama sekali tidak bisa berbicara.

Dilihat dari penyebabnya: gangguan komunikasi bisa disebabkan oleh gangguan pada masalah memproduksi kata-kata karena motorik mulut, gangguan pada pendengaran sehingga tidak bisa mendengar kata apalagi mengingat kata-kata dengan jelas, tidak memahami arti kata-kata dan mengasosiasikan dengan situasi, dan lingkungan tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan bicaranya.

Untuk penyebab yang pertama, biasanya di dalam speech therapy akan ditangani dengan pendekatan tertentu dilihat dari kebutuhan anak, pendekatan tersebut dapat berupa blowing atau oral motorik yang lain. Sedangkan penyebab kedua, biasanya diperiksa dulu pendengarannya,....atau umumnya anak-anak yang mengalami pendengaran lebih banyak belajar melalui visual (visual learning), atau mungkin bapak dan ibu sudah kenal dengan metode COMPIC atau PECS untuk menjembatani komunikasi pada anak penyandang autisme. Pada penyebab yang ketiga, ditangani dengan cara mengajari meaning kata (biasanya pada terapi ABA diekspose dalam berbagai program expresive), faktor lingkungan adalah faktor terakhir tapi sekaligus menopang seluruh faktor di atas bisa efektif, dan bisa ditangani melalui pendekatan "functional comunication" yang bisa di"set up" situasinya oleh lingkungan, dan bisa secara praktis dilakukan orang tua.




Cara praktis meng"set up" situasi untuk menciptakan "functional comunication" adalah sebagai berikut:

1. Cari tahu hal yang paling menyenangkan buat anak, misalkan anak suka nonton film teletubis. Hal tersebut bisa digunakan untuk dijadikan situmulus untuk mengajari anak "functional comunication".

2. Mengetahui kemampuan anak untuk berkomunikasi samapi sejauh mana, dan kemudian ditetapkan "target" respon yang diharapkan. Misalkan, kalau anak belum sama sekali berkomunikasi..maka target perilaku komunikasi yang diharapkan adalah"menunjuk/komunikasi bahasa tubuh" dulu. Bila anak sudah bisa berbicara...maka targetnya adalah mengucapkan satu kata, dua kata, dan sebagainya.

3. "set up" situation dimana anak harus mengkomunikasikan apa yang dinginkan kepada orang lain. Misalkan, saat dia ingin menonton "teletubies", kita letakan kaset telutubies favoritenya di tempat yang anak tidak bisa menjangkaunya, kemudian minta dia untuk menunjuk ketempat kaset diletakan, atau bilang"minta" kepada kita bila dia ingin kaset tersebut, dan sebagainya, sesuai dengan target perilaku komunikasi yang sudah ditetapkan pada point 2. Pada awalnya, kita bantu dengan prompt verbal atau prompt model sehingga anak menerima pembelajaran "functional komunikasi" ini dengan bersih. Anak menerima pesan, bila dia ingin sst dia harus mengatakan keinginannya pada orang lain dalam bentuk bahasa tubuh atau verbal, dan kedua menghindari anak "tantrum" karena memang belum mengerti apa yang kita inginkan darinya. (bantu anak pada awalnya, bila anak bisa mengikuti target perilaku komunikasi yang kita mau--berikan apa yang diminta, kemudian puji anak sebagai reward yang memotivasi ! anak untuk melakukan hal yang sama. Setelah itu, dicoba satu kali lagi "trialnya" tanpa dibantu untuk memastikan apakah anak mengerti pesan atau keinginan atau goal dari "trial" tersebut. Bila anak bisa, berikan dia reward yang lebih besar lagi, seperti sorakan dan sebagainya. Bila anak tidak bisa cukup bilang "coba lagi ya?!", setelah itu bantu anak sekali lagi dan langsung lepaskan anak dari trial tersebut, agar anak tidak "frustrasi". Trial tersebut bisa dicoba pada kesempatan yang berbeda. Sebisa mungkin buat situasi menyenangkan bagi anak..mengingat komunikasi adalah masalah yang sulit buat anak penyandang autisme.

4. Pastikan dalam setiap trial atau set up situation yang diciptakan, anak bekerja dengan bersih, including eye contact, bahasa tubuh yang dimaksud, artikulasi kata, dan sebagainya.

6. Evaluasi kemampuan anak, kemudian kembangkan "functional comunication" ini seterusnya. Misalkan, yang tadi hanya menunjuk, selanjutnya harus mengatakan benda yang dimaksud, atau yang tadinya satu kata, harus bisa dua kata "minta kaset"..dan sebagainya. Dengan begitu anak akan tertantang terus untuk berkomunikasi.

7. Yang terpenting adalah konsisten dalam menjalankan. Dalam arti semua orang dalam keluarga harus memperlakukan hal yang sama untuk anak, jadi anak mengerti itu adalah aturan main yang harus dia lakukan bila menginginkan sesuatu.

Daftar pustaka
http://puterakembara.org/archives3/00000014.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar