Kamis, 03 Juni 2010

Waspadai Bahaya Gangguan Komunikasi

Orangtua perlu mengetahui tentang kelainan-kelainan pada anak. Cegah progresifitas gangguan yang terjadi, baik gangguan komunikasi, learning disabilities maupun autisme.
Gangguan komunikasi dewasa ini mengalami peningkatan kasus. Yang terkena bukan hanya para lansia yang terkena stroke, anak-anak juga banyak yang terkena masalah gangguan komunikasi, seiring meningkatnya kasus autisme. Selain itu cerebral palsy diduga juga turut menyumbang languange disorder . Ironisnya, peningkatannya seiring dengan peningkatan layanan kesehatan. Dahulu angka kematian bayi tinggi karena minimnya pelayanan ibu hamil dan melahirkan, kini sebaliknya , angka kematian bayi menurun namun 'disorder' yang memungkinkan cerebral palsy yang berdampak terhadap gangguan komunikasi malah meningkat. "Bisa jadi, gangguan komunikasilah yang akan menghambat perkembangan peradaban manusia di masa mendatang," kata dr. Bayu Santoso, Sp.RM, Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Dr Soetomo, Surabaya pada sela-sela seminar yang bertajuk "Disfungsi Hemisfer Kanan".
Gangguan komunikasi tidak mudah dideteksi, dan tidak mudah pula untuk diterapi. Sehingga dalam pengobatannya melibatkan para profesi dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan gangguan komunikasi, di antaranya adalah dokter umum, neurologist, ahli bedah saraf, fisioterapis, dokter anak, ahli rehabilitasi medik, speech terapist, dan guru sekolah khusus.
Jika gangguan komunikasi terjadi, organ yang dituduh mengalami gangguan sudah pasti adalah otak. Organ ini memang rentan sekali dengan gangguan fungsi, meski minimal, dalam tingkatan mikro lesi, kerusakannya tidak bisa dikompromikan. Telah diketahui bersama, otak terdiri dari hemisfer kiri dan kanan. Sebagaimana hemisfer kiri, hemisfer kanan dan bagian otak yang lain, seluruhnya rawan dengan trauma. Adanya kerusakan kecil di otak sudah bisa menyebabkan sequele yang tidak terelakkan dan meski diterapi paling tidak akan ada gejala sisa yang menetap .
Gangguan Komunikasi Karena Disfungsi Hemisfer Kanan
Bahasa dan modalitas komunikasi yang lain termasuk dalam aspek kognitif. Kemampuan kognitif tersebut meliputi daya ingat, perhatian, fungsi eksekutif, visuospasial, berhitung, abstraksi, reasoning dan pengambilan keputusan. Perilaku kognitif seseorang dipengaruhi oleh kondisi otak (diencephalon) baik hemisfer kanan maupun hemisfer kiri. Gangguan pada hemisfer kanan seringkali tidak ketahuan, yang dapat bermanifestasi dalam bentuk gangguan bidang bahasa, prosodi, membaca, dan menulis.
Gangguan bisa bermula dari gangguan leksiko-semantik. Modalitas dalam menilai ada dua prinsip, yaitu persepsi (pemahaman) dan produksi (penamaan). Gangguan persepsi tidak sejelas gangguan pada afasia, karena kerusakan hemisfer dominan. Gangguan ini bisa dalam bentuk kesulitan dalam mengerti arti kiasan sebuah kata, menilai perbedaan kecil antara kata-kata yang berdekatan dan menilai isi emosional sebuah kata. Sedangkan gangguan bicara (produksi) adalah kesulitan dalam menamai nama kategori, elemen langka dalam sebuah kategori, ciri khas visual dan kesulitan dalam memilih kata untuk mengungkap perasaan.
Reni Dharmaperwira, speech terapist dari Belanda mengatakan, salah satu fungsi bahasa pada hemisfer kanan yang penting adalah makrostruktur (tingkat cerita). Gangguan pada bagian ini, umumnya akan kesulitan untuk mengerti tema pokok sebuah cerita, hubungan implisit dalam sebuah cerita dan membuat kesimpulan yang betul. Pasien kadang tidak bisa menginterpretasikan humor, dan tidak bisa mengidentifikasi perasaan orang lain. Selain itu, gangguan pragmatik juga bisa terjadi,misalnya pasien tidak bisa mengerti konotasi dari sebuah kata.
Gangguan lain pada Disfungsi Hemisfer Kanan
Pernah dijumpai di Surabaya, seorang kakek ditemukan di area Jembatan Merah Plasa Surabaya, setelah beberapa hari dicari-cari oleh keluarganya. Kejadian lain adalah seorang kakek merasa bahwa rumah sakit yang dikunjunginya untuk melakukan terapi berada di dekat rumahnya, padahal pada kenyataannya, cukup jauh. Hal ini terjadi karena pada pasien terjadi disorientasi ruang visual.
Reni menambahkan, gangguan lain yang terjadi adalah kesulitan memahami emosi dan perasaan yang tergambar di wajah orang lain. Pasien juga cenderung memiliki emosi dan perasaan yang 'datar-datar' saja. Pada umumnya pasien akan susah untuk memperhatikan dan berkonsentrasi terhadap sebuah obyek. Pendengaran juga mengalami defek sehingga pasien tidak mampu mengenali suara, nyanyian dan musik. Seperti halnya orang yang mengalami psikosis, yang agak susah untuk diterapi adalah karena pasien tidak menyadari gangguan yang dialaminya.
Non Verbal Learning Disabilities (NLD)
Rourke mendefinisikan NLD sebagai gangguan perkembangan yang memperlihatkan ketinggalan kemampuan matematika dibanding kemampuan membaca dan mengeja. Sedangkan Reni mengartikannya sebagai ketinggalan perkembangan fungsi-fungsi hemisfer kanan. Penyebab NLD ditengarai karena defisiensi di substansia alba hemisfer otak bagian kanan. Di Amerika Serikat insiden yang terjadi sebesar 4% pada anak-anak di sekolah biasa, dan meningkat (10%) pada anak di sekolah luar biasa. Gangguan NLD pada umumnya merupakan kelainan kongenital, sehingga sudah bisa diamati pada masa anak.
Efek pada ketrampilan motorik bisa diamati sejak bayi. Yaitu keterlambatan untuk mulai duduk dan mulai jalan. Bayi juga akan terlihat lambat dan canggung. Dalam mengeksplorasi lingkungan motorik, normalnya bayi akan merabai benda-benda di sekitarnya. Namun bayi dengan NLD akan cenderung melihat saja dan kemudian menunjuknya. Menginjak masa balita, masalah dapat terlihat jika balita tersebut mengalami kesulitan dalam berpakaian dan makan/minum sendiri. Kecenderungan yang terlihat adalah sifat hiperaktif, acting out dan destruktif. Di sekolah dasar, pasien NLD biasanya mengalami masalah dalam belajar kerajinan tangan, menulis, gerak dan keseimbangan badan. Saat dewasa gangguan lebih tidak kentara lagi karena yang tampak adalah hambatan jika pasien merencanakan dan melaksanakan pekerjaan kompleks dan memperhatikan seluruhnya sekaligus
Autisme
Dalam kamus kedokteran autisma didefinisikan sebagai keadaan introversi mental dengan perhatian hanya tertuju pada ego sendiri. Bagian otak yang terlibat adalah berhubungan dalam hal emosi dan perasaan, yaitu batang otak, amigdala, korteks prefrontal, gyrus singularis dan hemisfer kanan secara umum. Sedangkan sistem organ yang mengalami defek umumnya adalah sistem pencernaan, saraf dan kekebalan tubuh. Defek enzim dipeptil transferase menyebabkan si anak autis tidak bisa mencerna casein (susu sapi) dan gluten (terigu). Jika tetap mengonsumsi, dapat dipastikan kadar morfin di otak yang berasal dari zat-zat tersebut meningkat. Anak terkesan berperilaku seperti morfinis.
Autisme merupakan kelainan neurologis yang unik, karena tak ada tes medis yang dapat membedakan diagnosis autisme. EEG, X Ray dan pemeriksaan darah dan lain-lain pada umumnya normal. Diagnosanya hanya bisa dilakukan oleh seorang profesional yang sudah terbiasa.
Jika seorang bayi mengalami autisma, ketika dipanggil namanya dia tidak merespon. Bayi juga terlihat kurang menjalin hubungan mata dengan orang lain. Ketika berumur satu tahun, belum bisa menunjuk. Lebih dari satu tahun perkembangan kemampuan bahasa agak terlambat. Jika sudah bisa berbahasa, penggunaannya tidak secara produktif meskipun kosa kata bagus. Yang jelas adalah dia tidak memperhatikan keberadaan orang lain. Mungkin juga membuat kontak dengan anak lain, tetapi tidak tahu bagaimana harus harus bertindak. Dari permainan yang diikutinya terlihat kasar, berulang dan dia tampak gelisah.
Autisma dirasakan oleh seseorang hingga dia beranjak dewasa. Orang ini akan merasa sebagai orang asing di lingkungannya sendiri. Kadang dia merasa dirugikan dalam kelompok orang. Orang ini juga sering tidak mengerti bahasa tubuh dan petunjuk non verbal.
Peran orangtua sangat penting dalam mencegah progresifitas gangguan yang terjadi, baik gangguan komunikasi, learning disabilities maupun autisme. Untuk itu orang tua perlu meningkatkan pengetahuan tentang kelainan-kelainan tersebut mengingat kejadiannya yang makin meningkat. Jika sudah diketahui terjadi, orangtua perlu bekerja sama dengan terapis dan berbagi pengalaman dengan membentuk parent support group, dan yang paling penting adalah dengan tetap menjaga keseimbangan dalam keluarga.

Daftar Pustaka
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar