Kamis, 03 Juni 2010

Mekanisme Pengaruh Alergi dan Autism

Mekanisme bagaimana alergi mengganggu fungsi otak khususnya gangguan autism masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori gangguan organ sasaran, pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis) dan pengaruh reaksi hormonal pada alergi.
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam peradangan di organ tubuh manusia.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.
Sistem Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses peradangan lama yang kompleks.
Seperti pada penderita intoleransi makanan, mungkin juga pada alergi makanan terdapat gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui konjugasi fenol dirubah menjadi sulfat dibuang melalui urine. Pada penderita alergi yang mengganggu saluran cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolism sulfur.
Gangguan ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urine, metabolisme sulfur tersebut berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh sehingga dapat mengganggu otak.
Proses alergi dapat mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri akhirnya dapat mengganggu susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan.
Teori Enteric nervous brain juga mungkin yang mungkin bisa menjelaskan adanya kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan khususnya nyeri perut yang dapat mengakibatkan epilepsi (kejang) pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi. Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian. Sedangkan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi otak dan perilaku.
Para peneliti melaporkan pada penderita alergi terdapat penurunan hormon seperti kortisol, metabolik. Hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung meningkat bila proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal tersebut mengakibatkan keluhan kelelahan, emosi, gampang marah, kecemasan, panik, sakit kepala, migraine, kerontokan rambut dan keluhan lainnya.
Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan cara eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya, karena keterbatasan pemeriksaan tersebut. Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan Autism dan gangguan perilaku lainnya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu lainnya. Sebaiknya dilakukan pendekatan secara holistik dengan bidang alergi anak, neurology anak, psikiater anak, tumbuh kembang anak, endokrinologi anak dan gastroenterology anak.
Penanganan ideal bagi alergi makanan adalah dengan menghindari penyebab makanan tersebut, bukan dengan mengkonsumsi obat jangka panjang. Eliminasi makanan tertentu yang mengakibatkan alergi ternyata dapat mengurangi gangguan pada penderita Autism dan penderita gangguan perilaku lainnya. Sangat penting melakukan deteksi dini gejala alergi dan gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada anak. Bila hal tersebut dapat terdeteksi sejak dini maka pengaruh alergi terhadap fungsi otak seperti gangguan autism dan gangguan perilaku lainnya dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalkan.

Daftar Pustaka
http://www.medicastore.com/med/artikel.php?id=144&keyword=&UID=20080731101508125.208.146.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar